REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, mengatakan kenaikan drastis anggaran Pilkada Serentak 2018 mendatang sebaiknya dihindari. Pemerintah menginginkan besaran anggaran Pilkada 2018 proporsional sesuai kebutuhan.
"Jangan sampai anggaran Pilkada serentak tahun depan meningkat dua kali lipat. Kondisi seperti itu tidak benar. Saya kira pengajuan anggaran oleh KPU kemarin bukan harga mati," ungkap Tjahjo usai menghadiri acara seminar "Pemilu Serentak 2019" di Fisipol UGM, Bulaksumur, Yogyakarta, Kamis (27/4).
Karena itu, pihaknya telah membicarakan besaran pengajuan anggaran dengan KPU. Pemerintah menyarankan KPU dapat menghemat anggaran Pilkada Serentak 2018. "Besaran anggaran yang diajukan bisa dihemat lagi. Sebab, secara prinsip pemerintah menginginkan anggaran lebih efisien," lanjutnya.
Anjuran untuk lebih efisien dalam penyusunan anggaran ini, kata Tjahjo, berkaca kepada Pilkada 2015 dan 2017 lalu. Dia mengungkapkan, realisasi anggaran kedua Pilkada tersebut sama-sama mengalami kenaikan sekitar 150 persen dari pagu anggaran semula.
Menurutnya, kenaikan anggaran wajar terjadi jika masih berada dalam kisaran 10 persen dari usulan semula. Kenaikan juga dianggap wajar jika didasari naiknya harga logistik atau biaya pengadaan logistik Pilkada. "Selain itu, kenaikan anggaran dengan alasan wilayah luas, jumlah pendudduk banyak dan kenaikan jumlah pemilih juga wajar," tambahnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, mengatakan besaran anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 mencapai Rp 11,3 triliun. Besaran itu merupakan usulan dari 171 daerah peserta Pilkada Serentak 2018.
"Jumlah itu merupakan hasil rekap anggaran dari 171 daerah yang sudah diserahkan kepada kami hingga saat ini. Jumlah itu masih dibahas dengan pemerintah daerah (pemda) masing-masing. Sehingga bisa saja disepakati tetapi bisa juga dikoreksi oleh pemda," ungkap Arief kepada wartawan di Gedung DPR, Selasa (25/4).