REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin menilai, mempermainkan hukum akan mengakibatkan terjadinya perpecahan bangsa. Din menilai masyarakat bisa menyaskikan apa yang terjadi baru-baru ini adalag dagelan hukum yang dampaknya akan sangat berbahaya.
"Kalau ini (penista agama) dibiarkan dibebaskan, itu akan ada ujaran-ujaran kebencian, potensial menimbulkan perpecahan bangsa," kata Din usai rapat pleno ke-17 di Kantor MUI, Rabu (26/4) sore.
Ia mengatakan, proses hukum penistaan agama sudah berjalan sangat lama sampai menguras waktu dan pikiran. Tapi tiba-tiba menyaksikan dagelan hukum dan penundaan tuntutan tanpa alasan. Selain itu, alasannya terkesan mengada-ada. Bahkan, tuntutannya cenderung untuk membebaskan.
"Ini kami nilai sebagai permainan terhadap hukum, maka Dewan Pertimbangan MUI tadi dalam Taushiyah Kebangsaan, (berpesan) jangan menganggap remeh persoalan penistaan agama ini," ujarnya.
Din menegaskan, tidak bermaksud melakukan intervensi hukum. Tapi secara kasat mata dapat sangat diduga ada permainan hukum dan kecenderungan mempermainkan hukum. Menurutnya, hal ini sangat berbahaya.
Ia menyampaikan, sekarang ini memperingatkan, kalau penista agama bebas maka ujaran kebencian, saling menghina dan menistakan di antara bangsa tidak bisa dihalangi. "Apakah kepolisian dan kejaksaan sanggup mengatasinya jika hal itu terjadi? Kasat mata pula meyakini (penista agama) semacam dilindungi, semacam dibela-bela, ini berbahaya," tegasnya.
Din mengungkapkan, pihaknya hanya bisa memesankan kesimpulan dan kesepakatan dari Dewan Pertimbangan MUI yang terdiri atas pimpinan ormas-ormas Islam. Jangan permainkan hukum, berhenti dari kecenderungan mempermainkan hukum karena berbahaya. "Saya tidak bisa membayangkan apa dampaknya kalau sampai itu terjadi," ujarnya.
(Baca Juga: Din Syamsuddin: Jangan Anggap Remeh Kasus Ahok)