Senin 24 Apr 2017 14:37 WIB

Pengamat: Perkara Penistaan Agama Belum Final

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Bayu Hermawan
Sidang kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) (ilustrasi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Sidang kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyatakan, perkara penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) belum final, meski Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah membacakan tuntutan. Sidang perkara tersebut masih menyisakan dua episode, yakni pembacaan nota keberatan (pledoi) dari terdakwa dan vonis dari majelis hakim.

Maka dari itu, menurutnya putusan hakim yang nanti menentukan pasal mana yang terbukti dilakukan terdakwa. "Putusan hakimlah yang akan menjadi preseden penegakan hukum yang berkaitan dengan penodaan agama atau penghinaan terhadap golongan," kata Fickar saat dihubungi Republika.co.id, Senin (24/4).

Fickar mengatakan, majelis hakim masih sangat mungkin memvonis Ahok melebihi tuntutan dari JPU. Menurutnya, jika nantinya majelis hakim memutuskan vonis lebih tinggi, tidak bisa disalahkan karena itu sepenuhnya kewenangannya.

"Masih sangat mungkin (hakim memvonis lebih tinggi dari tuntutan). Itu sepenuhnya kewenangan hakim. Dalam pasal 183 KUHAP dijelaskan, berdasarkan dua alat bukti dan keyakinannya Hakim bisa memutus sesuai dengan keyakinannya," jelasnya.

Seperti diketahui, terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dituntut hukuman satu tahun penjara dengan dua tahun masa percobaan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Tuntutan percobaan ini dibacakan JPU dalam sidang ke 20 kasus di auditorium gedung Kementerian Pertanian RI, Ragunan, Jakarta Selatan, Kamis (20/4).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement