REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Pengacara Muslim, Muhammad Mahendradatta menilai Majelis Hakim bisa memutuskan sanksi hukum memperhatikan dakwaan penghinaan agama untuk kasus Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sesuai pasal 182 ayat 4 dalam KUHAP. Menurutnya hakim bisa mengenyampingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yang dianggap tidak memenuhi rasa keadilan.
"Ingat Putusan Majelis Hakim di kasus Ahok bisa sesuai Pasal 182 (4) yakni harus memperhatikan Dakwaan, bukan Tuntutan JPU yang sudah dipoles-poles itu. Jadi Tuntutan JPU bisa dikesampingkan," ujarnya kepada Republika.co.id, Senin (24/4).
Mahendradatta menegaskan Hakim harus berada di posisi independen, tetapi tetap harus tunduk dan taat pada Undang-Undang dalam hal ini KUHAP. Sudah sangat jelas didalam Pasal 182 (4) KUHAP yang harus diperhatikan Majelis Hakim dalam bermusyawarah mengambil Putusan adalah Dakwaan dengan segala yang terbukti di Pengadilan.
"Karenanya walau JPU dianggap 'sudah membantu' Ahok, mengeluarkan Pasal 156a (Penodaan Agama), yang melepaskan Ahok dari 'Reputasi Buruk' Ahok di kemudian hari, tetapi Majelis Hakim harus tetap mempertimbangkan Pasal 156 a Penodaan Agama itu tanpa harus 'mengekor' pada arahan JPU," jelasnya.
Ia menilai bila akhirnya Majelis Hakim tetap mengekor pada 'kemauan' JPU, apalagi secara kasat mata memberi hukuman percobaan seperti 'arahan' JPU. Mahendradatta menegaskan ini kembali menghilangkan nilai profesionalitas dan independensi Majelis Hakim.
"Dan hal ini merupakan Kewajiban KY untuk memeriksanya," tegas Mahendradata.
Sebelumnya di sidang penistaan agama oleh terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, JPU menuntut dua tahun hukuman percobaan dan setahun hukuman penjara. Tuntutan JPU ini dinilai banyak pihak jauh dari rasa keadilan publik, dan tuntutan tersebut jauh dari fakta di persidangan yang telah digelar.