Kamis 20 Apr 2017 22:34 WIB

Wapres AS, Freeport, dan Dunia Islam

Rep: Crystal Liestia Purnama/Amri Amrullah/Dessy Suciati Saputri/Debbie Sutrisno/ Red: M.Iqbal
Presiden Joko Widodo (kanan) bersama Wakil Presiden AS Mike Pence berjalan kaki bersama saat kunjungan kenegaraan di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/4).
Foto: Republika/ Wihdan
Presiden Joko Widodo (kanan) bersama Wakil Presiden AS Mike Pence berjalan kaki bersama saat kunjungan kenegaraan di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/4).

REPUBLIKA.CO.ID,Kunjungan kenegaraan Wakil Presiden AS Mike Pence ke Tanah Air menuai tanya dari sejumlah kalangan. Mereka menilai kedatangan Pence membawa misi terkait Freeport hingga Dunia Islam.

Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PP KAMMI Adhe Nuansa Wibisono, menilai kunjungan Wapres AS sebagai bentuk manuver Negeri Paman Sam untuk menekan Indonesia agar tetap mempertahankan status Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia.

"PT Freeport Indonesia telah menolak perubahan status operasi perusahaan dari KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Bahkan pada Februari silam, Freeport mengancam memberikan waktu 120 hari sebelum membawa sengketa ini ke Mahkamah Arbitrase Internasional," kata Wibisono melalui siaran resmi, Jakarta, Kamis (20/4).

 

“Di tengah sengketa antara pemerintah Indonesia–Freeport yang semakin memanas, Wapres AS melakukan kunjungan ke Indonesia. Wajar jika muncul dugaan bahwa kunjungan ini dilakukan untuk mengamankan posisi Freeport," lanjutnya.

 

Menurut laporan keuangan Freeport-McMoran Inc 2015 disebutkan bahwa Freeport memiliki cadangan terbukti sebesar 99.5 miliar pon tembaga, 27.1 juta oz emas dan 271.2 juta oz perak. Sedangkan pertambangan di Indonesia memiliki cadangan terbukti 28 miliar pon tembaga, 26.9 juta oz emas dan 106.7 juta oz perak.

 

Apabila dibuat persentase, maka pertambangan Indonesia memiliki 28 persen tembaga, 99 persen emas, dan 39 persen perak dari semua cadangan tambang Freeport-McMoran Inc di seluruh dunia. Indonesia menjadi ‘sapi perah’ Freeport yang terbesar di dunia. AS pasti berkepentingan untuk mempertahankan status KK hingga tahun 2041.

 

KAMMI kemudian mendesak Jokowi-JK agar tetap dapat mempertahankan kedaulatan Indonesia dan tidak melunak oleh kunjungan yang dilakukan Wapres AS. Jangan sampai sikap pemerintah Indonesia melunak akibat kedatangan Mike Pence, KAMMI akan mengawal isu sengketa Freeport hingga tuntas. Jokowi-JK harus mempertahankan kedaulatan Indonesia dalam isu Freeport ini.

 

"Jika Freeport tidak mau mengikuti aturan hukum yang telah dikeluarkan Indonesia terkait pengelolaan tambang dan minerba. Tidak mau mengganti statusnya menjadi IUPK, membangun smelter dan divestasi 51 persen sahamnya untuk Indonesia. Maka KAMMI mendesak Jokowi-JK untuk melakukan nasionalisasi aset Freeport," pungkasnya.

Anggota Komisi I DPR Sukamta berpendapat bahwa kunjungan orang nomor 2 di AS ke Indonesia itu merupakan momentum untuk mendapat penjelasan terkait sikap AS yang menunjukkan permusuhan terhadap dunia Islam di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.

 

“Pertama, terkait dengan executive order dari Presiden Donald Trump yang melarang imigran dari enam negara Muslim untuk berkunjung ke Amerika Serikat,” ujar Sukamta di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/4).

 

Sebab, menurut Sukamta, executive order tersebut merupakan bentuk diskriminasi yang tidak sejalan dengan prinsip Hak Asasi Manusia. Bahkan hal tersebut dapat memperburuk hubungan AS dengan negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim, termasuk Indonesia.

 

Menurutnya, tindakan ini dapat semakin meningkatkan Islamofobia di dunia barat. Sentimen terhadap Muslim dapat meningkat terkait dengan adanya kecurigaan yang berlebihan dari pemerintah AS.

 

"Apabila Islamofobia meningkat, maka keselamatan dan kenyamanan WNI yang berada di luar negeri tentunya  akan terganggu," ujar wakil rakyat PKS dari Daerah Pemilihan DIY ini.

Amerika Serikat saat ini di bawah kepemimpinan Trump memiliki persepsi yang berbeda terhadap Islam dibandingkan Presiden AS sebelumnya Barack Obama. Hal ini pun mempengaruhi kebijakan dalam dan luar negeri negara Paman Sam ini.

 

Kedua, lanjut Sukamta, terkait dengan tindakan AS yang menyerang Suriah dengan bom berkekuatan besar yang dilakukan tanpa meminta persetujuan PBB terlebih dahulu.

 

Sukamta berpendapat bahwa semakin bertambahnya aktor eksternal yang terlibat maka penyelesaian perang di Suriah pun akan semakin sulit. "Tindakan ini dapat memperparah keadaan di Timur Tengah yang sudah sedemikian rumit," jelasnya.

 

Dalam konflik di Suriah dan Timut Tengah, AS baru-baru ini melancarkan serangan misil Tomahawk ke Suriah pada 7 April 2017 yang menyerang basis militer Suriah di Shayrat setelah pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia terhadap penduduk sipil.

 

Serangan militer ini dilakukan secara sepihak oleh pemerintah AS, sebelum mendapatkan persetujuan dari Kongres AS maupun dari PBB dan menewaskan setidaknya sembilan warga sipil di Suriah.

Sementara bagi pengamat hubungan internasional, Teuku Rezasyah, menilai lawatan pertama Wapres AS Michael Pence ke Asia ini menunjukan bahwa Indonesia sebagai salah satu mitra strategisnya. Selain Indonesia, Wapres AS juga berkunjung ke Korea Selatan, Jepang, dan Australia.

"Dia (Wapres AS) berkunjung ke Indonesia, itu menempatkan Indonesia sebagai aliansi dia (AS). Harapan (AS) begitu, dia berkunjung ke mitra-mitra strategisnya," kata Teuku saat dihubungi, Kamis (20/4). Kendati demikian, Teuku menilai Indonesia harus mengedepankan prinsip bebas aktif dan menjaga hubungan baik dengan semua negara lainnya, termasuk AS. Tak hanya itu, Indonesia juga harus mengedepankan ketahanan nasionalnya.

Dalam kesempatan ini, Pence juga menyebut Indonesia, yang merupakan negara dengan penduduk mayoritas Islam, menjadi inspirator bagi negara-negara lainnya di dunia. Bahkan Pence juga mengunjungi Masjid Istiqlal dalam lawatannya ini.

Teuku menilai, kunjungan Pence ke Masjid Istiqlal tersebut juga menunjukan pengakuan negara Barat terhadap keberhasilan dunia Islam di Indonesia yang tidak bertentangan dengan demokrasi dan modernitas.

Perdagangan RI-AS

Selain terkait Freeport dan dunia Islam, Pemerintah Indonesia dan AS sepakat untuk meningkatkan perdagangan dengan sistem bilateral, tidak multilateral. Dengan sistem ini, maka perdagangan akan lebih menguntungkan karena kedua belah pihak bisa mengetahui komoditas apa yang bisa dimanfaatkan dalam perdagangan.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, volume perdagangan Indonesia dan AS terbilang besar. Komoditas yang diperjuabelikan antara keduanya pun terbilang menguntungkan karena berbeda satu sama lain. "Produk yang kita jual dan beli ini saling mengisi, tidak mengganggu produksi kedua belah pihak," kata Enny kepada Republika, Kamis (20/4).

Dengan keuntungan bersama, artinya perdagangan Indonesia dan AS tidak harus saling memproteksi. Jika ada negara yang membentengi masuknya barang maka bisa mengakibatkan inflasi.

Keinginan pemerintah untuk menjalankan sistem perdagangan bilatera yang saling menguntungkan sudah tepat. Surplus dari perdagangan antara Indonesia dan AS pun diharap bisa terus ditingkatkan seiring kerja sama bilateral yang ditingkatkan.

Untuk menjaga laju perdagangan tetap di jalur yang menguntungkan, pemerintah dan pelaku usaha di Indonesia tetap harus mempelajari semua gejolak perekonomian di AS. Meski negara Paman Sam ini terbilang memiliki peraturan yang tidak banyak berubah, tetapi dalam beberapa bisa saja terdapat aturan baru yang harus diikuti oleh pelaku usaha ketika ingin memasukan barangnya ke AS. "Kadang kita (pelaku usaha) tidak mengikuti regulasi mereka (AS). Jadi pas kita ekspor suka kena aturan yang menghambat," ungkap Enny.

Tak hanya itu, kualitas produk dari dalam negeri juga harus ditingkatkan. Sebagai negara maju, AS pasti memiliki standar tinggi untuk barang yang diperjualbelikan mulai dari barang mentah hingga barang jadi. Standar inilah yang harus dimiliki produk dari Indonesia sehingga mampu bersaing dengan barang serupa dari negara lain.

Meski demikian, Enny menilai bahwa produk manufaktur dari Indonesia seperti tekstil dan alas kaki atau komoditas seperti CPO masih banyak dibutuhan oleh AS. Sebab, negara tersebut telah meninggalkan sektor industri manufaktur dan beralih pada industri jasa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement