REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Nasir Djamil menilai, tuntutan yang ditujukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dalam kasus penistaan agama, tidak memenuhi rasa keadilan.
Sebab menurutnya, tuntutan jaksa itu terlalu rendah dan terkesan tidak memberikan efek jera kepada pelaku. Padahal bila dibandingkan dengan kasus penistaan agama yang terjadi di Indonesia selama ini tuntutan jaksa justru lebih tinggi.
"Ini kok aneh ya, kasus penistaan yang menimbulkan reaksi dari umat di Indonesia bahkan diprediksi jutaan umat turun ke jalan, hanya dituntut dua tahun percobaan, gak bener ini," jelas Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/4).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mencontohkan, kasus Arswendo tahun 1990 dan kasus HB Jassin 1968, menunjukkan bahwa tuntutan jaksa sampai lebih dari dua tahun penjara dan ada yang hanya 1 tahun percobaan.
Tapi, tegas Nasir, kasus tersebut tidak sampai menimbulkan reaksi masyarakat yang berlebihan seperti kasus Ahok ini. Padahal, kata Nasir, Ahok telah jelas-jelas dan secara sadar mengungkapkan kalimat yang berujung pada penistaan dan menimbulkan reaksi masyarakat.
"Justru hanya dituntut lebih tinggi sedikit dari kasus HB Jassin, gak benar itu!," tegasnya.
Meskipun demikian, Nasir masih berharap bahwa agar hakim dapat memutuskan kasus Ahok nanti sesuai rasa keadilan yang sesuai fakta persidangan. Sehingga publik pun dapat merasakan keadilan dari putusan itu.