REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta mengeluarkan sikap usai bentrok dengan Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser NU) di Kramat Lontar, Jakarta Pusat, Senin (17/4) malam. Bentrokan tersebut terjadi lantaran ada kesalahpahaman antara kedua kubu.
Ketua Tanfidz DPD FPI DKI Jakarta, Buya Majid menjelaskan, setidaknya ada lima poin dalam sikap FPI. Salah satunya, ia mengutuk gerombolan preman yang melakukan penyerangan terhadap warga Kramat Lontar.
''Kesimpulannya, kami mengutuk gerombolan preman yang mengatasnamakan Banser NU dan Ansor yang telah menyerang dengan brutal warga Muslim Kramat Lontar yang menolak pembagian sembako dari Paslon nomor dua di hari tenang ini," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (18/4).
Kedua, Buya juga mendesak pihak kepolisian untuk menangkap para penyerang berikut pimpinan dan penyandang dananya serta mengusut dugaan keterlibatan dalam menggerakkan masa preman tersebut. Ketiga, kata dia, menuntut KPUD DKI untuk mendiskualifikasi paslon Ahok-Djarot karena melakukan pelanggaran berat di hari tenang dengan memaksakan penyerahan sembako dan politik uang dengan pengerahan preman dengan seragam Ansor dan Banser untuk mengadu domba umat Islam.
Keempat, Buya juga menyerukan kepada segenap masyarakat Jakarta untuk siaga penuh menjaga keamanan dan kedamaian ibu kota serta ikut berjuang menciptakan pilkada yang jujur aman dan damai.
"Terakhir menyerukan kepada Laskar FPI dan Jawara Betawi untuk lebih meningkatkan pengamanan ulama dan umat Islam di Jakarta selama masa Pilkada hingga situasi kondusif," kata Buya yang sebelumnya diduga rumahnya diserang oleh anggota Banser NU.