REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG—Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ada di Jawa Tengah diusulkan menjadi satu sistem pengelolaan yang terpadu. Selama ini, pengelolaan DAS yang ada di daerah ini dibagi menjadi sejumlah kewenangan.
Hal ini dinilai menjadi hambatan bagi pihak- pihak yang berkepentingan dalam melakukan penanganan berbagai persoalan yang terkait dengan irigasi maupun langkah- langkah penanganan banjir.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah, Hadi Santoso mengusulkan agar pengelolaan DAS –berikut anak sungai—yang ada di wilayah Jawa Tengah ‘dilebur’ menjadi satu sistem yang terpadu.
“Sebab salah satu penyebab lambannya penanganan maupun solusi terkait dengan jangkauan irigasi serta banjir –tak lain-- adalah wewenang pengelolaan sungai serta anak sungai yang terpisah- pisah,” ujarnya di Semarang, Senin (17/4).
Berdasarkan data Dinas PU-PSDA, jumlah DAS di Jawa Tengah --sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai, mencapai 202 DAS.
Adapun pengelolaaannya dibagi menjadi beberapa Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Masing- masing BBWS Pemali Juana, BBWS Serayu Opak, BBWS Bengawan Solo, dan BBWS Cimanuk-Cisanggarung.
Ia mencontohkan, selama ini permasalahan irigasi sekunder diserahkan kepada Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Namun, di lapangan, P3A tidak memliki otoritas untuk menyelesaikan jika terjadi kendala pada saluran irigasi tersebut.
Berdasarkan data yang dimiliki Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah, masih jelas Hadi, DAS yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten dan P3A lebih banyak yang rusak dibandingkan dengan DAS yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi.
“Komisi D sedang mengusulkan irigasi sekunder yang sebelumnya diserahkan P3A dan pertanian agar dikembalikan ke Dinas Pekerjaan Umum dan Pengelolaan Sumber Daya Air (PU-PSDA) di provinsi dan kabupaten,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jawa Tengah ini.
Jka usulan ini diterima, lanjut Hadi, konsepnya saluran irigasi sampai ke sawah menjadi tanggung jawab PU-PSDA. PU- PSDA sejauh ini hanya diberi tanggung jawab 5 kilometer dari 'intake' badan bendungan atau embung.
Padahal infrastruktur irigasi sampai ke sawah petani masih sangat panjang dan ini diserahkan kepada P3A. “Jika muncul persoalan irigasi, di lapangan jamak terjadi ‘lempar’ tanggungjawab antara P3A dan PU-PSDA,” tandasnya.
Mengenai teknis pemeliharaan, Hadi berharap P3A tetap ikut berpartisipasi. Namun harus tetap didampingi oleh PU-PSDA. Karena pemerintah tidak bisa mengelola 100 persen (semua) termasuk soal pendanaan.
Untuk pemeliharaan P3A sudah biasa mengupayakan dengan iuran gabah, uang dan lain sebagainya agar ke depan menjadi lebih baik. Karena mereka tetap memiliki kekuatan pengelolaan dan pemeliharaan.
Sedangkan untuk fungsi pemeliharaan dan operasional bisa diserahkan kepada dinas terkait. “Jadi sinergi ini akan bisa menjadi solusi bagi munculnya persoalan- persoalan yang terkait dengan irigasi,” tambahnya.
Masih terkait dengan revitalisasi dan pemanfaatan sungai, Kementerian PUPR tengah menyiapkan pembangunan Bendungan Jragung, di wilayah Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang.
Pembangunan bendungan ini merupakan bagian dari program 49 bendungan yang akan dibangun Pemerintah dalam mendorong ketahanan air nasional. “Terkait dengan rencana ini Kementerian PUPR tengah menyusun dan menyelesaikan desainnya,” kata Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono baru- baru ini.