REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pencegahan Ketua DPR Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaui Ditjen Imigrasi dinilai seharusnya menjadi peringatan bagi DPR.
Pengamat Politik LIPI Siti Zuhro mengatakan, dari sisi politik tentunya kejadian ini menyangkut legitimasi, institusi demokrasi yakni DPR, juga partai politik di dalamnya.
"Dengan pencekalan seperti itu menjadi warning menurut saya bagaimana instutusi demokrasi yang disebut DPR tentunya tidak mengalami yang disebut ketidakpercayaan publik," ujarnya, Kamis (13/4).
Institusi demokrasi, menurutnya idealnya tidak mengalami penurunan kepercayaan publik. Anggota dewan idealnya tidak terseret perkara hukum. Kalau tidak, bisa terjadi kepercayaan publik yang berada di titik nadir.
"Poinnya itu, sebetulnya apa yang saya ingin katakan bahwa insitutsi demokrasi idealnya tidak mengalami penurunan kepercayaan supaya tentunya para anggota dewan yang terhormat jauh dari perkara hukum. Itu diperlukan, karena kalau tidak, apa yang terjadi betul-betul kepercayaan publik di titik nadir," katanya.
Sebelumnya Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov) dicegah ke luar negeri selama enam bulan. Pencekalan Ketua Umum Partai Golkar tersebut terkait proses penyidikan kasus korupsi KTP-EL dengan tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Banyak dugaan setelah dicekal, Setnov akan menjadi tersangka kasus KTP-EL. Terkait pencekalan itu, Pimpinan DPR bersurat kepada Presiden RI guna menindaklanjuti hasil rapat Badan Musyawarah DPR yang ingin agar pencekalan dicabut.