REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi terorisme sepanjang 2016 dan 2017 ini terus mengguncang seantero dunia. Terakhir serangan bom di gereja kristen Koptik Mesir pada saat perayaan minggu palma dan serangan menggunakan truk yang menewaskan puluhan orang di Stockholm, Swedia.
Bersamaan dengan itu, Indonesia mendapat serangan teroris. Tepatnya di Lamongan dan Tuban, Jawa Timur. Bedanya, Densus 88 berhasil mencium rencana serangan itu dan berhasil membekuk dan menewaskan beberapa terduga teroris dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang merupakan bagian ISIS di Indonesia. Fakta itu menjadi bukti bahwa Indonesia mampu menangani masalah terorisme sehingga bisa meredam berbagai kemungkinan aksi terorisme di tanah air.
Direktur Pencegah BNPT Brigjen Pol Drs Hamidin menegaskan, bahwa faktanya secara kualitas dan kuantitas Indonesia berada jauh dari negera-negara Eropa dalam hal pencegahan terorisme. Itu dibuktikan dengan keberhasilan pemerintah Indonesia dalam menggagalkannya sembilan rencana teror selama tahun 2016-2017 ini.
"Ini fakta dan itu diakui serta diapresiasi dunia. Ini harus dipahami adik-adik calon duta damai dunia maya dari Jawa Barat (Jabar). Karena berbicara keamanan global, maka kita akan berbicara dunia maya," kata Brigjen Hamidin saat membuka Pelatihan Duta Damai Dunia Maya 2017 di Bandung, Senin (10/4) malam.
Ia mengaku sedih dengan adanya pengamat yang menilai Indonesia gagal mencegah radikalisme dan terorisme. Juga dengan penilaian bahwa deradikalisasi tidak efektif untuk mencegah terorisme tanpa dasar dan fakta yang benar. Ia bahkan siap berdebat dengan siapa saja untuk mengklarifikasi masalah itu.
"Saya katakan deradikalisasi di Indonesia itu oye. Saat saya menghadiri dan memberikan paparan pada konferensi pencegahan terorisme di India beberapa waktu lalu, tak satu pun dari negara hadir yang tidak memberikan apresiasi kepada Indonesia atas keberhasil menggagalkan beberapa rencana aksi teror," terang Hamidin.
Ia memaparkan bahwa untuk mengukur keberhasilan pencegahan terorisme itu ada dua indikator. Pertama kualitatif yaitu pada 2016-2017 hanya enam rangkaian aksi terorisme di Indonesia, empat diantaranya oleh pelaku lama yang mengulangi lagi. Dari jumlah enam ini, bila dibandingkan tahun 2015-2014 disitu ada 17 kasus. Mundur lagi, pasca reformasi ada Bom Bali, Bom JW Marriot, Kedubes Austalia dengan jumlah pelakunya 1.438 orang.
Kemudian di era orde baru ada teroris seorang diri menyerang empat kedutaan tahun 1986. Mundur lagi di orde lama, presiden Soekarno pernah diserbu dengan sembilan pesawat dengan rudal tahun 1960 dan dilempar granat di Cikini. "Sekarang apa ada kasus seperti itu, apalagi yang mengancam pemimpin negara dan obyek-obyek vital," ujar Hamidin.