Kamis 06 Apr 2017 14:15 WIB

JPS Jaring Orang-Orang Telantar di Sleman

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Ilham
Orang telantar
Foto: blogspot.com
Orang telantar

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Keberadaan orang-orang terlantar selalu menjadi masalah kependudukan sebuah daerah. Pasalnya, mereka hidup terlunta-lunta tanpa ada sanak saudara yang mengurusi. Sebagai solusi, Dinas Sosial (Dinsos) Sleman pun menjalankan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk mengampu keberadaan orang-orang terlantar di kabupaten setempat.

“JPS ini sengaja dibentuk untuk melindungi orang-orang terlantar yang kondisinya memang membutuhkan pertolongan. Jadi tidak sembarangan,” kata Kepala Dinsos Sleman Sri Murni Rahayu, Kamis (6/4).

Orang terlantar yang dimaksud meliputi para pengemis, gelandangan, masyarakat dalam perjalanan yang kehabisan bekal, disabilitas berat, dan orang lanjut usia terlantar. Menurut Murni, besaran dana JPS yang diberikan pada masing-masing kategori pun berbeda-beda.

Gelandangan, pengemis, dan masyarakat yang kehabisan bekal menerima dana JPS sebesar Rp 500 ribu. Sementara bagi penyandang disabilitas berat sebesar Rp 300 ribu selama enam bulan dan diberikan setiap tiga bulan sekali. Sedangkan bagi orang tua terlantar sebanyak Rp 200 ribu selama enam bulan dan diberikan setiap tiga bulan sekali.

Selain itu, JPS juga mengampu biaya pemakaman bagi orang terlantar paling banyak senilai satu juta rupiah. Murni menjelaskan, sumber dana JPS sendiri berasal dari APBD Sleman sebesar Rp 10 miliar. Hingga April ini, Dinsos sudah menyerahkan bantuan JPS sebanyak dua tahap.

“Tahap pertama kami menyerahkan bantuan sebanyak Rp 50 juta. Tahap kedua Rp 175 juta. Nanti dalam waktu dekat akan kami serahkan bantuan JPS tahap ketiga,” katanya. Namun, Murni mengemukakan, bantuan JPS tidak diberikan begiu saja. Dalam pelaksanaannya Dinsos selalu melakukan ferivikasi terlebih dulu sebelum menyerahkan bantuan JPS.

Hal ini dibenarkan oleh Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Surono. Menurut dia, untuk mengajukan bantuan JPS, para pemohon harus menyerahkan beberapa dokumen. Termasuk di antaranya keterangan dari kepolisian setempat. Hal ini diperlukan sebagai bukti keterlantaran pemohon.

“Semua permohonan tidak serta merta kami terima. Kami perlu membuktikan kebenaran pemohon dan menyeleksi berkas yang masuk,” kata Surono. Proses tersebut dilakukan agar pendistribusian JPS bisa tepat sasaran.

Pasalnya, selama ini ada saja orang yang datang ke Dinsos dan mengaku terlantar hanya untuk memperoleh dana bantuan. Bahkan Surono mengemukakan, ada salah satu warga Jawa Tengah (Jateng) yang menjadikan status orang terlantar sebagai profesi untuk mencari uang. “Banyak yang ngapusi (berbohong). Makanya kita mesti selektif,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement