REPUBLIKA.CO.ID, BARABAI -- Pemkab Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, berencana memberhentikan sekitar 1.800 orang guru honorer. Pemutusan kerja guru honorer ini terkait pemerataan rasio guru dan murid dalam satu sekolah agar lebih efektif dan efisien.
Bupati Hulu Sungai Tengah H Abdul Latif mengatakan, banyak kepala sekolah dasar mengangkat tenaga honorer. "Ada yang banyak gurunya daripada muridnya, ada juga yang lebih banyak muridnya, sedangkan gurunya kekurangan sehingga menimbulkan pengeluaran yang tinggi," katanya, Selasa (4/4).
Bupati mengaku, mendapatkan laporan hampir 70 persen guru agama kosong, sehingga minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke SD setiap tahunnya berkurang, mereka lebih memilih ke madarasah ibtidaiyah (MI) walaupun jaraknya lebih jauh.
Dalam satu SD cukup di isi 12 orang termasuk kepala sekolah, guru mata pelajaran, tata usaha, petugas keamanan dan petugas kebersihan. Jika lebih dari itu akan diberhentikan jika tenaga honorer, dan akan dipindah jika PNS ke sekolah yang masih kekurangan guru.
"Penggabungan sekolah juga akan kami berlakukan dengan mengukur jumlah siswanya. Oleh sebab itu, akan kami bagi menjadi 4 zona. Zona 1 yaitu sekolah SD yang ada di Kota Kabupaten minimal jumlah siswanya per kelas 25 orang," ujarnya.
Zona 2 merupakan sekolah di wilayah dekat kecamatan dengan minimal siswanya 20 orang, zona 3 untuk sekolah yang berada di pinggiran kecamatan minimal muridnya 15 orang, dan zona 4 untuk daerah terpencil dan sangat terpencil dengan jumlah siswanya minimal 12 orang. "Jika jumlah siswanya tidak memenuhi, maka akan kami gabungkan," katanya.
Ia juga akan melakukan kajian dan mendata terlebih dahulu terkait rasio jumlah guru dan murid. Jika ada satu sekolah memang benar-benar memerlukan tenaga honorer, maka akan dilakukan perekrutan kembali dengan cara-cara yang lebih profesional, dan diberikan gaji yang lebih manusiawi dan disamaratakan.
"Kami mendengar gaji honorer cuma Rp 100 ribu - Rp 200 ribu per bulan, jelas itu tidak manusiawi. Ke depan akan kita atur agar gaji guru sedikit lebih tinggi kira-kira sekitar Rp 500 ribu per bulan dan akan mendapatan SK mengajar langsung dari bupati, bukan dari kepala sekolah," tuturnya.
Dikatakannya, apabila dana bantuan operasional sekolah (BOS) tidak diperkenankan untuk membayar honor guru, maka konsikuensinya akan dianggarkan melalui APBD agar kesejahteraan guru honorer dapat terpenuhi. Menurut dia, kebijakan yang dilakukan pemerintah daerah sekarang, memang tidak populer, tetapi tujuannya baik dan berbuat adil kepada seluruh masyarakat Hulu Sungai Tengah.
"Kebijakan saya memang tidak populer tapi saya tidak mencari popularitas, niat kami hanya ingin menata dan memajukan dunia pendidikan agar kedepan lebih baik," katanya.