Sabtu 01 Apr 2017 10:35 WIB
Titik Putih

'PR' Besar Milla

Penyerang timnas Indonesia U-22 Nur Hardianto melakukan selebrasi usai menjebol gawang Myanmar dalam laga persahabatan di Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor, Selasa (21/3).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Penyerang timnas Indonesia U-22 Nur Hardianto melakukan selebrasi usai menjebol gawang Myanmar dalam laga persahabatan di Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor, Selasa (21/3).

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Febrian Fachri, Wartawan Republika (instagram: @ianfachri)

Pelatih berkebangsaan Spanyol Luis Milla harus mengerutkan keningnya. Debutnya berdiri di pinggir lapangan sebagai pelatih Timnas Indonesia, ternodai oleh Myanmar. Milla tak dapat berbuat banyak saat menyaksikan Timnas U 22 dikalahkan dengan skor 3-1 oleh tim tamu di Stadion Pakansari, Cibinong, Kabupaten Bogor awal pekan lalu.

Memang, di laga tersebut, Milla memainkan pemain junior. Lawan datang dengan membawa sebagian besar pemain senior yang rata-rata adalah pemain buat Piala AFF 2016 lalu. Secara pengalaman, tim besutan Milla kalah jauh dari Myanmar. Pemain-pemain timnas U22 yang baru sebulan dibentuk pelatih 51 tahun itu, tak mampu mempertahankan keunggulan tatkala Myanmar memanfaatkan kematangan mereka menguasai keadaan. Padahal, Indonesia lebih dulu menjebol gawang lawan lewat sundulan Nur Hadianto.

Kekecewaan tetap saja terpintas di pikiran para pecinta sepak bola Tanah Air. Sepak bola Indonesia seperti tanpa harapan sebelum Milla datang. Di final Piala AFF 2016, Indonesia gagal lagi dari Thailand. Itu adalah kali kelima Indonesia gagal juara walau sudah masuk final. Tapi keputusan PSSI era Edy Rahmayadi mendatangkan Milla ke Indonesia membuka harapan baru buat Garuda Merah Putih.

Milla adalah pelatih dengan curriculum vitae menjanjikan. Ia pernah membawa Spanyol U 19 dan Spanyol U 21 juara di Eropa. Milla juga punya pengalaman melatih klub La Liga Real Zaragoza. Dan pengalaman Milla sebagai pemain patut menjadi kebanggan bagi Indonesia bisa mendatangkannya. Mila adalah bekas pemain yang pernah membela dua klub kuat Eropa Real Madrid dan Barcelona. Nama besarnya ini diharapkan dapat menjadi panutan bagi para pemain Indonesia.

Selain nama besar, Milla juga membawa program bagus buat Indonesia. Ia berniat membangun Timnas Indonesia dari nol. Milla mengumpulkan para pemain dengan sejumlah syarat yang ketat. Untuk Timnas U 22 yang akan diikutkan ke SEA Games 2017 ini, Milla menyeleksi pemain dari tayangan ulang Indonesia Soccer Championship, Piala Presiden dan beberapa tayangan Piala AFF 2016. Dari 26 nama yang berhasil lolos buat melawan Myanmar kemarin, rata-rata adalah yang bermain di ISC. Nama-nama yang dipanggil Milla mengagetkan kita yang mengenal sepak bola Tanah Air.

Milla memanggil mereka-mereka yangt sebelumnya belum punya kesempatan mengenakan kostum merah putih.

Milla hanya akan meloloskan pemain yang punya teknik tinggi. Kekuatan fisik juga jadi faktor penting. Milla ingin menjadikan permainan Indonesia layaknya timnas Spanyol yang pernah ia tangani. Pelatih berambut kriting ini, ingin Indonesia bermain dengan umpan-umpan pendek yang cepat. Seperti pola tiki taka yang selama ini kerap kita lihat menjadi ciri khas Barcelona.

Untuk mewujudkannya, Milla harus sabar-sabar untuk menanti masa pembuktian. Menguasai bola dengan umpan-umpan pendek adalah hal yang mudah diucapkan atau dilihat di televisi. Tapi, bagi pesepak bola Indonesia untuk mewujudkannya harus dengan kerja keras fisik dan otak.

Media Spanyol pernah membedah bagaimana legenda Belanda dan dan Barcelona Johan Cruyff merancang permainan tiki taka. Pola ini tidak bisa hanya disiapkan di lapangan latihan. Perlu kelas khusus untuk memahaminya karena harus memperhatikan perhitungan angka-angka yang matang. Misalkan, seorang gelandang di tengah harus paham berapa meter daerah permainannya. Berapa lama ia sebaiknya memegang bola. Kapan saat menusuk, kapan saat tepat mengumpan, atau bagaimana mengukur pergerakan teman-teman setim tanpa harus melihat.

Sebulan tentu saja belum cukup buat Milla menerapkan hal itu buat Indonesia. Apalagi, selama ini, kita melihat permainan Indonesia masih pakai cara lama dengan memainkan umpan-umpan panjang. Di Pakansari kemarin, Timnas  U 22 sebenarnya bisa memainkan pola yang diinginkan Milla, setidaknya selama 25 menit awal babak pertama. Hasilnya satu gol sundulan Nur Hadianto.

Mental Indonesia ternyata belum sepenuhnya siap. Saat Myanmar meningkatkan tensi permainan, Indonesia kocar kacir. Gelandang pengatur serangan yang seharusnya berani menahan bola di lini tengah, kerap ketakutan lama-lama memegang bola. Pemain Indonesia seperti hanya melepaskan tanggung jawab atau menghindar dari kesalahan bola tak dicuri lawan dari kakinya. Jadinya, saat mendapatkan bola mereka langsung membuang jauh ke depan tanpa memikirkan kesanggupan para penyerang mengejarnya.

Milla menyadari banyak pekejeraan rumah (PR) harus ia kerjakan demi memenuni ambisi Indonesia untuk mencapai prestasi. Milla ingin mengubah pola pikir pemainnnya untuk berani berhadapan dengan siapapun lawan. Ia juga ingin melatih pemain untuk percaya diri memainkan bola pendek. Begitu juga dengan gencar menggenjot kemampuan fisik pemain agar punya daya tahan tinggi.

Menilai Milla yang belum genap dua bulan bekerja, mungkin belum tepat sekarang. Indonesia harus terus memberikan suport kepadanya. Walau kalah di laga debut, Milla telah memberikan banyak harapan buat sepak bola Indonesia. Apalagi sekarang transparansi buat masuk ke timnas sudah membaik. Siapa yang punya skill dan teknik punya peluang masuk timnas. Milla telah membuka mata kita bahwa Indonesia kaya dengan pemain muda berbakat yang teknik dasarnya tidak kalah jauh dengan negara-negara kuat lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement