REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Advokat senior M Luthfie Hakim menentang opini pemerintah yang menganggap aksi yang menuntut pemenjaraan terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tak perlu digelar. Pemerintah beralasan Ahok telah diproses secara hukum dan proses persidangan masih terus berlangsung.
Terlepas dari proses tersebut, Luthfie berpendapat Aksi 313 pada Jumat (31/3) lalu masih memiliki urgensi untuk digulirkan. "Mengapa? Karena hingga hari ini Presiden tidak juga memberhentikan sementara Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta sesuai amanat UU Pemda, padahal sudah beberapa bulan Ahok jadi terdakwa," kata Luthfie, dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (31/3).
Luthfie menyatakan hal tersebut telah melanggar prinsip persamaan di muka hukum (equality before the law). Di samping itu, Presiden berarti tengah mencontohkan ketidakpatuhannya terhadap hukum. "Tidak ada yang melarang seorang Presiden pilih kasih kepada salah seorang calon gubernur, tapi hal itu tidaklah berarti presiden boleh menyalahgunakan jabatannya dengan tidak mematuhi hukum," ujar Luthfie.
Luthfie juga menanggapi penangkapan Sekjen Forum Umat Islam (FUI) yang juga pimpinan Aksi 313, Muhammad Al Khaththath, pada Kamis (30/3) malam. Al Khaththath ditangkap bersama empat aktivis lain. Keempatnya kini berada di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
"Penangkapan terhadap KH. Muh. Al Khaththath sebagai pimpinan Aksi 313 dengan tuduhan makar jelas-jelas tindakan pelanggaran HAM berupa pemberangusan hak menyampaikan pendapat dengan cara damai yang dijamin konstitusi," kata Luthfie.
Menurut Luthfie, tindakan pemerintahan Joko Widodo tersebut mengingatkannya akan era Orde Baru. "Sama seperti saat polisi dengan mudahnya menggunakan PNPS No.11/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversif yang kini sudah dicabut."