REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Anggota DPR RI Nizar Zahro meminta masyarakat waspada terkait peredaran uang palsu saat menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), terutama di Jawa Timur yang digelar serentak pada 2018.
"Momentum-momentum besar biasanya dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab untuk mengedarkan uang palsu," ujarnya di sela menjadi pembicara diskusi publik bertema "Mengantisipasi Peredaran Uang Palsu" di Surabaya, Jumat.
Pada diskusi yang digelar Gerakan Pemuda Peduli Rakyat Indonesia (GEMPARI) tersebut hadir ratusan komponen masyarakat dan aktivis mahasiswa sejumlah perguruan tinggi di Surabaya.
Politisi asal Partai Gerindra itu berharap warga memastikan terlebih dahulu apakah uang yang dimilikinya asli atau bukan dengan cara yang selama ini sudah disosialisasikan.
"Cara paling umum adalah 3D, yaitu Dilihat, Diraba dan Diterawang. Sekali lagi, masyarakat harus mewaspadainya," kata anggota Komisi V DPR RI tersebut.
Nizar berharap aparat kepolisian juga tidak segan menindak tegas pengedar uang palsu karena merugikan orang banyak. "Apalagi mereka yang membuat uang palsu. Polisi harus tegas menindaknya," kata mantan ketua Partai Bintang Reformasi (PBR) Jawa Timur tersebut.
Sementara itu, perwakilan dari Bank Indonesia Defrialdy Bramarta menegaskan secara hukum ada aturan yang mengatur mengenai peredaran uang palsu.
Pertama, kata dia, Pasal 26 ayat (1) Jo Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Kedua adalah Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Pasal 244 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, dan dalam dakwaan ke-4 Pasal 245 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
"Ancaman hukuman bagi pengedar uang palsu adalah 15 tahun penjara. Mari bersama-sama mencegah dan laporkan jika mengetahuinya," katanya.