Ahad 26 Mar 2017 20:18 WIB

Pengamat: Masyarakat Bisa Hukum Parpol yang Terjerat Korupsi

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Bilal Ramadhan
Bendera partai politik (ilustrasi)
Foto: PDK.OR.ID
Bendera partai politik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Beberapa partai politik (parpol) yang diduga menerima aliran dana kasus korupsi pengadaan KTP-el patut menerima hukuman dari masyarakat. Misalnya, dengan tidak memberikan kepercayaan pada partai tersebut, dan tidak memberikan dukungan saat pilpres atau pilgub.

“Korupsi di tubuh parpol itu selalu disebut oknum. Padahal mengalir juga ke parpol kan?,” ungkap Pakar hukum tata negara Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan Yusuf saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (26/3).

Sidang lanjutan KTP-el yang digelar Kamis (23/3), telah memeriksa tiga partai besar yang diduga mendapat aliran dana yakni partai Golkar sebesar Rp 150 miliar, Demokrat sebesar Rp 150 miliar, dan PDIP sebesar Rp 50 miliar.

Warlan mengatakan, ketika pejabat yang ada diparpol melakukan korupsi, parpol akan terbebas dari hukuman. “Tidak ada mekanisme hukuman untuk parpol,” tegas Warlan.

Namun, ungkap Warlan, masyarakatlah yang bisa memberi hukuman kepada parpol yang dinilai banyak kader yang korupsi yaitu dengan tidak lagi menaruh kepercayaan pada parpol-parpol tersebut.

“Miris saja. Saat rakyat pada bentrok antar ojek atau taksi daring dengan non-daring, hanya demi mencari sesuap nasi. Sedangkan milyaran uang masuk ke tubuh parpol, enak saja dimakan oleh pejabat atau parpol,” tegas Warlan.

Warlan berharap, KPK segera menuntaskan kasus korupsi KTP-el. Hukum itu jangan tumpul ke atas tajam ke bawah. Berbagai gerakan masyarakat, lanjut Warlan, juga sudah banyak yang mendesak kalau kasus ini harus segera dituntaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement