REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Pengembangan daging sel kultur di Amerika Serikat digadang-gadang akan menjadi salah satu penemuan terbesar abad ini. Namun kehalalan produk tersebut untuk dikonsumsi masyarakat Muslim belum bisa terjamin.
Bahkan Direktur Halal Center Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danardono menyampaikan, produk daging sel kultur tidak halal untuk dikonsumsi. Pasalnya setiap makanan kewani dalan islam harus disembelih terlebih dulu.
Sementara prosuksi daging sel kultur tidak memenuhi kaidah-kaidah penyembelihan secara syariat. "Dalam Islam daging hewan harus disembelih. Kalau tidak disembelih, ya tidak halal," katanya pada Republika, Jumat (24/3).
Menurutnya alasan penyembelihan secara Islam sendiri ditujukan untuk mengeluarkan darah dan berbagai kotoran dalam tubuh dan jaringan daging hewan. Sehingga daging yang dikonsumsi bersih dan terbebas dari unsur-unsur najis.
Sedangkan daging dari sel kultur dikembangkan dari jaringan makhluk yang masih hidup. Otomatis di dalam sel tersebut juga terdapat unsur-unsur kehidupan seperti darah yang pada dasarnya harus dikeluarkan sebelum dikonsumsi. Namun cara penyembelihan jaringan sel kultur sendiri tidak jelas.
Belum lagi jika jaringan sel kultur yang diproduksi berasal atau bersinggungan dengan unsur hewan haram. Tentunya status produk makanan tersebut akan menjadi haram. "Jadi memang tidak boleh dikonsumsi oleh masyarakat Muslim, karena daging sel kultur tidak halal," papar ahli peternakan UGM itu.
Di sisi lain, menurutnya, biaya pengembangan sel kultur untuk menjadi daging sangat tinggi. Bahkan bisa mencapai 10 kali lipat biaya peternakan unggas. Lantaran dalam proses pembuatannya membutuhkan bahan kimia tertentu yang harganya sangat mahal.
Oleh karena itu, jika dihitung-hitung secara matematika ekonomi, jelas memproduksi daging dengan metode ternak lebih memungkinkan dan menguntungkan. "Saya sendiri tidak yakin apakah daging tersebut (sel kultur) dapat diproduksi secara masal untuk dikonsumsi banyak orang. Karena produksinya sangat mahal," ujar Nanung.