Selasa 21 Mar 2017 22:26 WIB

Ini Pentingnya Mengatasi Ketimpangan Sosial Menurut Wapres JK

Rep: Debbie Sutrisno‎/ Red: Bayu Hermawan
 Wakil Presiden Jusuf Kalla
Foto: Republika/ Wihdan
Wakil Presiden Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia saat ini sangat serius dalam mengatasi ketimpangan. Sebab, persoalan ini bisa membuat sebuah bangsa terpecah belah dan mengancam tujuan utama kita mencapai keadilan sosial dan kemakmuran.

JK menjelaskan, Pemerintah Indonesia dan Thailand memiliki kesamaan karena dilanda krisis ekonomi yang para pada 1998. Namun, keduanya berhasil bangkit cukup cepat untuk memperbaiki perekonomian.

Meski demikian, tantangan yang paling nyata bagi kedua negara adalah kesenjangan ekonomi. Walau Indonesia berhasil dalam mengurangi kemiskinan, kesenjangan ekonomi tetap menjadi tantangan.

"Ketimapangan ekonomi akan menciptakan garis yang memecah belah. Sementara ketidakseimbangan politik membuat situasi semakin menantang," kata JK dalam sambutannya pada jamuan makan malam oleh Universitas Rajamangala, Selasa (21/3).

JK menuturkan, dirinya memiliki hampir 50 tahun pengalaman di dua sektor yang berbeda, 30 tahun dalam bisnis dan 18 tahun dalam pemerintahan. Pengalaman dalam dunia bisnis memberinya bimbingan berharga dalam menjelajahi sektor publik. Hal ini juga memperkuat keyakinan bahwa sikap kewirausahaan relevan untuk sektor swasta dan pemerintah.

Bisnis dan pemerintah memiliki persamaan dan perbedaan. Sektor swasta memprioritaskan hasil lebih prosedur, organisasi pemerintah mempertimbangkan prosedur sebagai prioritas pertama mereka.

"Jika kita bisa menggabungkan kekuatan dan menghilangkan kelemahan dari dua sektor, kita akan memiliki lembaga yang luar biasa," ujarnya.

Pemerintah, lanjut JK, mengandalkan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja. Ini merupakan faktor penting dalam mengentaskan kemiskinan. Melalui mekanisme pasar, sektor swasta menetapkan rantai pasokan yang memungkinkan distribusi yang efisien barang dan jasa di seluruh negeri.

Sebaliknya, banyak krisis besar disebabkan oleh kegagalan di sektor swasta. Kebanyakan orang Indonesia tidak akan pernah lupa bagaimana berlebihan utang sektor swasta menciptakan krisis perbankan yang memuncak dalam gejolak ekonomi dan politik yang berkepanjangan dari tahun 1998. Fenomena serupa memicu krisis besar lainnya, termasuk 2008.

Pemerintah harus menciptakan lingkungan ekonomi yang merangsang baik ekspansi bisnis dan praktek bisnis yang sehat. Dalam hal ini, peran kerangka peraturan yang solid, infrastruktur yang efisien serta damai dan harmonis sangat diperlukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement