Senin 20 Mar 2017 19:35 WIB

Pemkot Yogya Didesak Tertibkan 13 Titik Reklame

Rep: Yulianingsih/ Red: Fernan Rahadi
Petugas menyegel videotron reklame sebuah iklan rokok terkenal karena belum membayar retribusi dan pajak tahun 2009-2010 sebesar Rp1,2 miliar, di Semarang, Jateng, Jumat (18/3).
Foto: Antara foto/R. Rekotomo
Petugas menyegel videotron reklame sebuah iklan rokok terkenal karena belum membayar retribusi dan pajak tahun 2009-2010 sebesar Rp1,2 miliar, di Semarang, Jateng, Jumat (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Forum Pemantau Pakta Integritas (Forpi) Kota Yogyakarta ikut mendesak Pemkot Yogyakarta dalam hal ini Satpol PP setempat untuk segera mentertibkan 13 titik reklame yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2016. "Pemkot harus segera menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK itu," ujar Kepala Divisi Pemantauan dan Investigasi Forpi Kota Yogyakarta, Baharuddin Kamba, Ahad (19/3).

 Menurutnya secara de facto reklame-reklame ini masih berfungsi, masih menerima manfaat dan masih merupakan obyek pajak. Karenanya kata dia. seharusnya reklame ini tetap membayar pajak reklame. Karenanya kata dia, demi asas keadialan dan kemanfaatan, maka Pemkot tetap harus menarik pajak dari pengusaha reklame tersebut.

Seperti diketahui, BPK memberikan 11 catatan atas Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2016. 11 temuan BPK tersebut terdiri dari enam temuan ketidakpatuhan dan lima temuan terkait desain dan implementasi Sistem Pengendalian Intern( SPI). Dari 11 catatan BPK tersebut, antara lain pajak reklame yang tak berizin dan habis masa izinnya minimal Rp 953,2 juta.

Dalam rekomendasi dari BPK itu, meminta kepada penyelenggara reklame yang tidak membayar pajak agar Pemkot Yogyakarta memberi sanksi untuk menertibkan reklame selama masa transisi kebijakan penyelenggaraan reklame. Sesuai Undang-undang Nomor 15 tahun 2004, jawaban terhadap BPK terkait dengan rekomendasi BPK disampaikan paling lambat 60 hari sejak kebijakan dikeluarkan.

"Jika dalam 60 hari tidak juga ditindaklanjuti rekomendasi itu maka akan berpotensi menimbulkan kerugian negara dan dapat menimbulkan persoalan hukum dikemudian hari," katanya.

Karenanya pihaknya mendesak Satpol PP segera menertibkan 13 titik reklame ini. 13 reklame ini delapan berada di titik Jalan Abu Bakar Ali, dua titik di Jalan Magelang, Jalan Pasar Kembang, Jalan RE Martadinata dan Jalan Jogonegaran. "Jika tidak ada itikad baik dari penyelenggara reklame dan tidak membayar pajak reklame sesuai dengan ketentuan yang ada, maka Sat Pol Kota Yogyakarta dapat memerintahkan penyelenggara reklame untuk merobohkan reklame-reklame tersebut atau dirobohkan sendiri sesuai ketentuan." ujarnya.

Forpi,kata dia, akan melakukan pemantauan dan investigasi di beberapa titik reklame yang tidak berizin atau masa izinnya sudah habis. Dari hasil pantauan dan investigasi nantinya akan disampaikan rekomendasi kepada penjabat Walikota Yogyakarta dan dinas-dinas terkait untuk segera ditindaklanjuti.

Sebelumnya, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Yogyakarta tahun ini membidik pajak yang belum disetor dari penyelenggaraan 13 titik reklame di beberapa wilayah di Kota Yogyakarta. 13 titik reklame ini dimiliki oleh 8 penyelenggara papan iklan di Yogyakarta.

Kepala BPKAD Kota Yogyakarta, Kadri Renggono, pada 2016 lalu pihaknya memang tidak memungut pajak pada 13 titik reklame ini. Ini dilakukan karena adanya masa transisi regulasi penyelenggaraan reklame yang baru yaitu Perda 2/2015. Dalam aturan tersebut, disyaratkan penyelenggara reklame wajib mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) konstruksi reklame dari Dinas Penanaman Modal dan Perizinan. Sedangkan aturan yang lama, penyelenggara reklame tak perlu mengantongi IMB. Namun dengan adanya temuan BPK tersebut, pihaknya akan meminta pajak terhutang ke 8 penyelenggara 13 titik reklame tersebut.

"Secara faktual reklame yang mereka pasang masih berfungsi, mereka masih menerima manfaat sehingga berkewajiban membayar pajak. Demi asas keadilan jadi tetap akan kami upayakan memungut pajaknya tahun ini," ujar Kadri, Jumat (17/3) lalu.

Diakuinya, pada 2016 lalu, pihaknya sebenarnya sudah mengeluarkan surat keterangan kesesuaian titik reklame kepada penyelenggara 13 titik reklame tersebut. Surat ini dijadikan syarat sebagi bekal mengurus IMBke Dinas Perizinan. "Karena IMB masih proses, belum keluar, maka kami tak pungut pajaknya," ujarnya. Dikatakannya, pasca keluar rekomendasi BPK akhir Januari lalu, dua penyelenggara reklame telah membayar pajak sekitar Rp 300 juta. Namun 6 penyelenggara lainnya masih dalam proses untuk pembayaran. "Tahun ini kita usahakan untuk pembayaran semuanya selesai," katanya.

BPKAD, kata dia, juga telah memberikan data kepada Satpol PP untuk koordinasi penertiban mengantisipasi kemungkinan penyelenggara reklame lainnya tak bersedia membayar pajak sesuai ketentuan.

Ketua Komisi B DPRD Kota Yogyakarta, Nasrul Khoiri mengatakan, masalah mendasar atas temuan BPK khususnya tentang pajak reklame adalah faktor ketidaksiapan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk menyesuaikan sistem kerja dan operasional teknis dengan perda penyelenggaraan reklame yang baru yaitu Perda 2/2015. "Perda tersebut efektif diberlakukan per 18 Mei 2016, namun pada saat yang sama Pemkot belum menyiapkan perwal sebagai petunjuk teknis penerapan perda tersebut. Perwal baru diterbitkan beberapa waktu setelahnya, padahal permohonan izin reklame sudah menumpuk," ujarnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement