REPUBLIKA.CO.ID, GRESIK – PT Smelting mulai beroperasi kembali pada awal Maret 2017. Sebelumnya, selama sebulan pabrik smelter milik Mitsubushi Materials Corp asal Jepang ini berhenti beroperasi karena masalah tenaga kerja.
Manajer Perencanaan PT Smelting, Antonius Prayoga, menjelaskan, pada 19 Januari 2017 PT Smelting berhenti beroperasi karena kekurangan tenaga kerja. Namun, pabrik pemurnian tetap beroperasi dengan kapasitas 50 persen. Kemudian pada 14 Februari – 6 Maret, PT Smelting berhasil melakukan bongkar muat bahan konsentrat dari PT Freeport sebanyak dua kapal masing-masing 26.500 ton.
“Pada 1 Maret kami persiapan operasi smelter dan acid plant hot run untuk inspeksi dalam kondisi panas, kemudian 2 Maret memulai operasi smelter dan acid plant, dan 3 Maret sudah melakukan pengiriman terak tembaga (slag) ke pelanggan. Selanjutnya 5 Maret pengiriman asam sulfat ke Petrokimia dimulai,” kata Antonius dalam acara syukuran operasional kembali perusahaan, di PT Smelting, Gresik, Jumat (17/3).
Antonius menjelaskan, smelter yang telah beroperasi sejak 1998 tersebut mempunyai kapasitas produksi 300 ribu ton katoda tembaga per tahun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 40 persen terserap pasar dalam negeri dan sisanya diekspor. “Selama ini, salah satu produk Smelting Gresik berupa asam sulfat (acid) langsung disalurkan ke Petrokimia Gresik sebagai bahan baku pupuk. Rata-rata kami memasok 700 sampai 900 ribu ton acid ke Petrokimia. Limbah cair ini disalurkan melalui pipa sepanjang 4 kilometer,” terangnya.
Produk lainnya, berupa coper slag semacam limbah padat smelter, diserap pabrik semen yang ada di Jatim. Bahan baku turunan ini digunakan sebagai pengganti pasir besi. “Jadi tidak ada limbah smelter yang tersisa, semuanya berguna untuk industri lainnya,” imbuh Antonius.
Selama ini, Smelting Gresik menyerap bahan baku berupa konsentrat tembaga yang ditambang PT Freeport di Papua. Kapasitas produksi Freeport yang diserap Smelting Gresik sebanyak 40 persen.