Kamis 16 Mar 2017 15:53 WIB

Menag: Jangan Suruh Kemenag Copoti Spanduk Larang Shalat Jenazah

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Nur Aini
Pengendara melintas di bawah spanduk larangan menshalatkan jenazah pendukung dan pembela penista agama yang terpasang di Masjid Al-Jihad, Setiabudi, Jakarta, Ahad (26/2).
Foto: Republika/Prayogi
Pengendara melintas di bawah spanduk larangan menshalatkan jenazah pendukung dan pembela penista agama yang terpasang di Masjid Al-Jihad, Setiabudi, Jakarta, Ahad (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin membantah kementeriannya tidak turun tangan secara langsung mengatasi berbagai masalah keagamaan yang akhir-akhir ini semakin bermunculan. Kasus terakhir yang terjadi, yakni adanya spanduk larangan menshalatkan jenazah pendukung cagub tertentu menjelang putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.

Lukman meminta masyarakat agar tak menuntut Kemenag bertindak represif mengatasi berbagai persoalan keagamaan. Sebab, ia mengaku tak sedikit masyarakat yang memintanya untuk mencopot spanduk-spanduk larangan menshalatkan jenazah pendukung cagub tertentu.

"Jangan minta Kemenag untuk mencopoti spanduk-spanduk itu, atau memberikan sanksi kepada takmir masjid, itu bukan domain kami. Karena masing-masing rumah ibadah itu juga otonom juga," ujarnya di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (16/3).

Lukman menegaskan, Kemenag langsung menangani masalah tersebut, tetapi dengan mengedepankan cara-cara dan pendekatan yang lebih persuasif, seperti membangun dialog. Bahkan, ia mengaku sebelum kasus-kasus keagamaan muncul, ia telah meminta jajarannya untuk meningkatkan komunikasi serta dialog dengan para tokoh agama dan juga tokoh masyarakat.

"Tidak benar Kemenag tidak turun tangan, Kemenag turun tangan tapi dengan cara-cara yang persuasif, dengan cara membangun dialog, saya sejak beberapa bulan yang lalu, bahkan sebelum kasus spanduk dan macam-macam ini muncul, saya sudah menugaskan kepada kanwil DKI, seluruh jajaran Kemenag dan para penyuluh-penyuluh kita untuk memperbanyak frekuensi dialog dengan tokoh-tokoh agama," kata Lukman.

Dengan adanya dialog tersebut, Lukman berharap agar ketegangan selama pilkada yang semakin meningkat lantaran persoalan keagamaan ini dapat segera diatasi. Kendati demikian, ia menyampaikan dialog yang dibangun tidaklah mudah dilakukan dan membutuhkan proses.  Apalagi adanya berbagai paham keagamaan yang harus dihormati dan dihargai.

Dialog, kata Lukman, diperlukan untuk mencegah munculnya konflik di antara masyarakat yang beragam. "Jadi kalau ada orang yang memiliki paham keagamaan yang tidak ingin menshalatkan jenazah dengan paham dia bahwa dia itu kafir atau munafik, ini kan tidak bisa serta merta lalu kita salahkan keagamaan dia. Tapi bagaimana kita membangun dialog, jangan sampai paham keagamaan itu justru berpotensi untuk munculnya konflik di tengah masyarakat kita," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement