REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan spanduk yang mengajak masyarakat untuk tidak menyalatkan jenazah pendukung penista agama telah memicu polarisasi atau keterbelahan kubu di tengah masyarakat.
"Spanduk-spanduk di sejumlah rumah ibadah kita, tidak menyolatkan jenazah tertentu meski sesama Muslim, menimbulkan polarisasi tajam di tengah masyarakat," kata Lukman di Jakarta, Selasa.
Hal tersebut, kata dia, tidak seharusnya terjadi menilik menyalatkan jenazah hukumnya fardhu kifayah bagi umat Islam. Fardhu kifayah berarti jika tidak ada satupun Muslim di suatu kawasan menyalatkan jenazah maka berdosalah setiap orang Islam di daerah itu.
"Yang bisa saya lakukan adalah mengajak, mengimbau untuk menjadikan rumah ibadah sebagai tempat suci menebarkan ajaran-ajaran kedamaian, kerukunan, kasih sayang, tempat yang menjadi jaminan tempat aman adalah rumah ibadah," kata dia.
Rumah ibadah, lanjut Lukman, bukan justru berperan sebaliknya yaitu berpotensi memunculkan konflik di antara masyarakat. Lukman mengatakan Kementerian Agama tidak dapat menindak pengurus masjid/mushala yang menolak menyalatkan jenazah Muslim. Alasannya, kewenangan penindakan ada di ranah penegak hukum.
"Saya tidak bisa. Rumah ibadah ini otonom. Hanya penegak hukum yang punya kewenangan menindak," kata dia.
Lukman meminta para pemuka agama untuk turut mempromosikan kerukunan umat beragama dengan mengajak tidak melakukan diskriminasi terhadap jenazah Muslim lainnya. Hal yang tidak kalah penting, kata dia, dakwah harus disampaikan dengan menghindari paksaan dan kekerasan. Tidak ada agama yang mengajarkan cara kekerasan untuk menjalani agama.
"Setiap kita agar memberi sumbangsih dalam menciptakan kerukukan umat beragama," kata dia.