REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imigrasi menegaskan adanya syarat deposito Rp 25 juta dalam pembuatan paspor baru, tidak berlaku bagi semua pemohon. Kabag Humas Imigrasi Agung Sampurno menegaskan, adanya kebijakan deposito Rp 25 juta ditujukan untuk memberikan perlindungan pada TKI nonprosedural.
"Petugas bisa minta dokumen tambahan dalam rangka verifikasi pada data kependudukan yang ada. Jadi persyarakat itu hanya dimintakan pada orang yang diduga kuat akan menjadi TKI nonprosedural," kata dia saat dihubungi Republika, Ahad (12/3).
Agung menegaskan, pemohon paspor yang memiliki identitas status kepegawaian yang jelas, tidak akan diminta menunjukkan kepemilikan deposito Rp 25 juta. Ia mengatakan, kebijakan baru ini dianggap perlu dalam upaya menghapus pengiriman TKI nonprosedural.
"Umumnya meraka tak punya uang, karena dibayar oleh tekong," ujar dia.
Agung menyebut, pengiriman TKI dengan modus dibiayai oleh tekong banyak terjadi, baik yang dikirim ke Timur Tengah atau Asia.
"Sehingga proses pencegahan perlu dilakukan sebelum dokumen paspornya diajukan," jelasnya.
Agung menegaskan, kebijakan baru tersebut hanya berlaku apabila petugas menemukan potensi kuat adanya warga negara yang akan menjadi TKI nonprosedural. Sehingga, kebijakan itu tidak berlaku umum.
Agung menuturkan, modus pengiriman TKI nonprosedural juga terjadi dengan menggunakan visa ziarah ke Timur Tengah. Visa tersebut digunakan oleh orang-orang yang akan bekerja ke Timur Tengah. Modusnya, yakni menggunakan visa umrah.
"Itu digunakana pada saat mereka akan gunakan visa umrah, diurus oleh biro perjalanan. Tapi pas selesai melaksanakan umrah, mereka tak pulang. Mereka sengaja menghilangkan diri dan biro perjalanan tak lapor," tuturnya.
Sehingga, Agung menegaskan, perlu diambil tindakan untuk mencegah dampak dari kegiatan pengiriman TKI nonprosedural. "Kita dorong mereka kerja dan berangkat secara aman. Sehingga merasa dilindungi saat berada di tempat yang dituju," jelasnya.
Agung mengamini banyak pihak yang tidak setuju dengan kebijakan penyerahan deposito Rp 25 juta. Ia menduga, pihak-pihak tersebut adalah orang-orang yang merasa dirugikan oleh kebijakan itu. Agung meyakini, petugas mampu membedakan dan mengidentifikasi orang-orang yang diduga akan menjadi TKI nonprosedural.
"Jadi ketika yang terkait tak bisa menunjukkan rekomendasi BNP2TKI dan Kemenaker, maka jelas dia orang yang diduga kuat akan menjadi korban. Kalau dibiarkan yang salah petugas," tutur dia.