Jumat 10 Mar 2017 23:19 WIB

Tata Kelola Penempatan TKI Memprihatinkan

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Winda Destiana Putri
Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Foto: Republika/Amin Madani
Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepala Ombudsman Perwakilan NTB Adhar Hakim menilai tata kelola penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) di NTB dalam kondisi memprihatinkan. Menurutnya, selama proses tata kelola penempatan TKI masih mahal, tidak adanya kepastian, dan cenderung lama, maka potensi TKI non prosedural tetap akan terus terjadi.

"Karena cara itu (TKI Ilegal) lebih murah, dan lebih cepat dikirim, meskipun perlindungannya nol," kata Adhar di Mataram, Jumat (10/3). Hal ini pula yang ia katakan menimpa Sri Rabitah, seorang TKW asal Lombok yang semestinya bekerja di Abu Dhabi, namun pada kenyataannya justru dikirim ke Qatar.

"Saya yakin potensi 'Rabitah-Rabitah' lainnya masih akan ada, kalau tidak diperbaiki," lanjut dia. Ia menilai, keputusan Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi mendirikan Sistem Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP) dengan Peraturan Gubernur (Pergub) terkait TKI merupakan langkah tepat mengingat.

Namun, hal ini belum lah cukup. "(Pergub) tidak cukup, harus ditingkatkan dengan Perda, bila perlu LTSP ditingkatkan kewenangannya menjadi seperti badan agar memiliki kewenangan lebih luas," ucap dia.

Adhar melanjutkan, persoalan tata kelola penempatan TKI asal NTB semakin sulit lantaran proses awalnya di kabupaten/kota sudah tidak maksimal. "Makanya buat LTSP yang tersambung ke kabupaten yang memiliki kantong TKI besar seperti di Lombok Timur, kami sudah usulkan ini sejak 2015," Adhar menegaskan.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement