REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Mukartono mengatakan penolakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara terhadap Analta Amier kakak angkat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai saksi dalam lanjutan sidang Ahok sudah sesuai dengan Undang-Undang.
"Karena berdasarkan pengamatan kami, yang bersangkutan pernah berada di ruang sidang ketika memasuki tahap pembuktian, berdasarkan Pasal 159 ayat 1 KUHAP itu tidak boleh. Bukan karena kami keberatan tetapi Undang-Undang memang melarang," kata Ali seusai sidang lanjutan Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/3).
Menurutnya di dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa saat masa pembuktian yang bersangkutan tidak boleh berada dalam ruang persidangan.
"Saya tidak tahu namanya, saya tahu ketika duduk di ruang sidang, loh orang ini kan saya pernah lihat di ruang sidang maka sesuai Pasal 159 itu tidak bisa teruskan, yang menolak bukan kami yang menolak Undang-Undang," jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto mengatakan saksi Analta Amier tidak bisa diperiksa di persidangan hari ini.
"Jadi menurut majelis karena yang bersangkutan sudah mendengarkan saksi-saksi sebelumnya, jadi saksi ini tidak bisa diperiksa. Saya kira nanti penasihat hukum bisa ajukan saksi di luar berkas yang kira-kira mempunyai sepengetahuan sama dengan saksi ini. Bisa digantikan dengan saksi lain," ucap Dwiarso.
Dalam lanjutan sidang ke-13 Ahok, tim kuasa hukum Ahok memanggil tiga saksi untuk memberikan keterangan. Saksi pertama yang memberikan keterangan dalam sidang Ahok ke-13 itu adalah Wakil Rektor Universitas Darma Persada Jakarta Eko Cahyono. Ia juga diketahui sebagai mantan pasangan Ahok dalam Pilkada Bangka Belitung 2007.
Selanjutnya, saksi kedua adalah Analta Amier yang merupakan kakak angkat Ahok. Namun, Majelis Hakim menolak memeriksa Analta dengan alasan yang bersangkutan pernah mendengarkan keterangan saksi-saksi saat menghadiri sidang dengan jadwal pemeriksaan saksi-saksi tersebut.
Sementara saksi ketiga yang dihadirkan adalah Bambang Waluyo Wahab sebagai konsultan aplikasi kenalan Ahok. Dalam persidangan diketahui saksi Bambang yang diajukan oleh tim kuasa hukum Ahok merupakan anggota tim pemenangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
Selain itu, Bambang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Koordinator Bidang Pengabdian Masyarakat dan Kebijakan Publik DPD I Partai Golkar DKI Jakarta. Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.