REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eko Cahyono, mantan pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam Pilkada Bangka Belitung pada 2007 yang dihadirkan sebagai saksi oleh tim Kuasa Hukum Ahok, mengatakan bahwa pidato Ahok di Kepulauan Seribu tidak ada hubungannya dengan Pilkada. Pernyataan tersebut dikatakannya setelah dirinya melihat video Ahok saat berpidato di Kepulauan Seribu.
"Sebenarnya Pak Basuki itu mengajak masyarakat ikut dalam program peningkatan kesejahteraan, dikasih bibit, dikasih bimbingan untuk memelihara ikan," kata Eko saat menjawab pertanyaan dari salah satu anggota Majelis Hakim dalam persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/3).
Menurut Eko, saat Ahok melakukan kunjungan ke Kepulauan Seribu memang berdekatan dengan waktu kampanye Pilkada DKI 2017. Jadi kemungkinan disangkut-pautkan dengan Pilkada.
"Karena dalam waktu dekat ada kampanye mungkin dibilang kalau tidak nerima, jadi tidak enak gitu ya. Kalau milih Pak Basuki tidak enak, jadi Pak Basuki itu maunya netral saja. Bukan masalah pilih-memilih tetapi terima saja program ini, toh program ini untuk kesejahteraan masyarakat," tuturnya.
Lebih lanjut, Majelis Hakim pun menanyakan soal video Ahok di Kepulauan Seribu tersebut. "Apakah saudara melihat pidato Ahok di Kepulauan Seribu?," tanya Majelis Hakim.
Saksi pun menjelaskan jika dia tidak melihat langsung pidato Ahok di Kepulauan Seribu tersebut. "saya melihat sendiri di Youtube setelah ada pemberitaan. Secara keseluruhan saya lebih perhatikan pidato Pak Basuki yang ada kata-kata penistaan agamanya," kata Eko.
Majelis hakim pun kemudian menanyakan siapa pengunggah video tersebut dan dijawab saksi dengan tidak tahu persis. "Saya tidak tahu persis tapi saya baca koran Buni Yani, yang asli kan dari Diskominfo DKI," kata Eko.
Majelis hakim kemudian bertanya lagi dalam video itu, terdakwa melakukan kunjungan dalam rangka apa? Eko pun menjelaskan bahwa Ahok menyampaikan program bantuan pemerintah di sana. "Progaramnya banyak ada tentang ikan," ucap Eko.
Dalam sidang ke-13 kasus penodaan agama ini, tim kuasa hukum Ahok dijadwalkan memanggil tiga saksi antara lain Bambang Waluyo Djojohadikoesoemo, Analta Amier, dan Eko Cahyono.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.