Senin 06 Mar 2017 14:44 WIB

Pergerakan Tanah Ancam Puluhan Rumah di Cilacap

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ilustrasi
Foto: Mahmud Muhyudin
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Pergerakan tanah menyebabkan ratusan rumah warga di tiga wilayah RT Desa Bantarmangu Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap, terancam mengalami kerusakan. Bahkan dari ratusan rumah tersebut, tercatat sudah sekitar 30 rumah yang mengalami kerusakan mulai dari rusak berat hingga sedang.

''Bencana ini terjadi karena tanah bergerak ke arah Sungai Cikawung. Jika tanah tanah terus bergerak, bukan hanya rumah di atas tanah tersebut saja yang akan mengalami kerusakan. Namun longsorannya juga dalam membendung Sungai Cilemeuh,'' jelas Manajer Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BPBD Cilacap, Gatot Arif Widodo, Senin (6/3).

Bahkan dia juga menyebutkan, pergerakan tanah tersebut juga mengancam akses jalan penghubung antar desa yang dapat mengisolasi desa tersebut. Saat ini, kondisi jalan sepanjang 100 meter sudah mengalami pergesaran meski masih bisa dilalui.

Menurutnya, ratusan rumah yang saat ini sudah rusak dan terancam tanah bergerak meliputi wilayah RT 02, 03, 04 RW 05 Dusun Sindanghayu. Berdasarkan data sementara, rumah yang mengalami rusak berat ada 11 unit, sedangkan rusak sedang 15 unit.

Sebagian penduduk yang rumahnya rusak berat, sudah mengungsi ke rumah-rumah saudara-saudaranya yang relatif aman. Namun ada juga yang masih menempati rumahnya. ''Kami juga sudah meminta warga yang masing tinggal di rumah wilayah tersebut untuk meningkatkan kewaspadaan. Terutama pada saat curah hujan masih tinggi seperti sekarang,'' jelasnya.

Menurutnya, bencana tanah bergerak di wilayah dusun tersebut sebenarnya mulai terdeteksi pada pertengahan Desember tahun lalu. Saat itu, pergerakan tanah terbatas pada area seluas beberapa ratus meter persegi. Namun seiring dengan tingginya curah hujan, area pergerakan tanah meluas hingga sekitar 15 hektare meliputi wilayah pemukiman dan perkebunan.

Terkait bencana ini, hasil assesment yang dilakukan akhir pekan lalu menyimpulkan kondisi tanah di wilayah tersebut memang sudah tidak layak untuk menjadi tempat tinggal. Hal tersebut juga disimpulkan petugas dari Badan Geologi, setelah mengunjungi lokasi. ''Namun untuk melakukan relokasi, kami masih menunggu keputusan lebih lanjut dari pemerintah Kabupaten,'' katanya.

Menurutnya, struktur tanah di lokasi bencana memang sangat rawan untuk terjadi pergeseran atau longsor. Selain karena berada di wilayah perbuktikan, juga struktur tanah di kawasan tersebut cenderung berpasir.  ''Sebelum terjadi bencana gerakan tanah, kawasan tersebut sebenarnya sudah selalu cenderung begerak. Bentuk gerakannya berupa longsoran rayapan, dengan kecepatan 1,6 meter/tahun,'' jelasnya .

Berdasarkan kondisi itu, kawasan tersebut sebenarnya memang dianggap tidak aman bila didirikan bangunan pemukiman. Untuk itu, Arif menyatakan BPBD telah mengajukan sejumlah rekomandasi teknis pada instansi terkait dan yang perlu dilaksanakan masyarakat.

Antara lain, kepada masyarakat yang masih tinggal di lokasi tersebut agar lebih waspada bila terjadi hujan deras yang berlangsung lama. Selain itu, di sekitar lokasi agar dibuat aliran air permukaan/drainase agar air tidak terlalu banyak meresap ke bawah permukaan yang dapat mempercepat terjadi gerakan tanah. ''Kita juga minta warga untuk tidak mendirikan dan menghentikan pembangunan pemukiman di kawasan tersebut,'' jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement