Senin 06 Mar 2017 10:21 WIB

Diperiksa di Penjara, Bos Pandawa Kooperatif

Rep: Muhyiddin/ Red: Indira Rezkisari
Nasabah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Grup mendatangi rumah sewaan Pimpinan KSP Pandawa Mandiri Grup Salman Nuryanto di Perumahan Palam Ganda, Depok, Jawa Barat, Rabu (1/2).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Nasabah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Grup mendatangi rumah sewaan Pimpinan KSP Pandawa Mandiri Grup Salman Nuryanto di Perumahan Palam Ganda, Depok, Jawa Barat, Rabu (1/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidikan kasus investasi bodong Pandawa Group masih terus dilakukan hingga saat ini. Bos Pandawa sendiri, Salman Nuryanto sudah dua kali diperiksa oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya untuk mengungkap tuntas kasus tersebut.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, sejauh ini Nuryanto masih kooperatif dalam menjawab pertanyaan penyidik. "Masih penyidikan, yang bersangkutan iya kooperatif. Sudah diperiksa dua kali," ujar Argo saat dihubungi, Senin (6/3).

Namun, Argo enggan mengungkapkan pertanyaan apa saja yang telah diajukan kepada mantan penjual bubur ayam tersebut. Pasalnya, hal itu merupakan kewenangan dari penyidik. "Itu penyidik, nanti kita tunggu saya di pengadilan," ucap Argo.

Terkait kondisi Nuryanto sendiri, menurut Argo, sejauh ini masih dalam keadaan baik-baik saja seperti tahanan lainnya di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya. Bahkan, kata dia, pihaknya selalu menyiapkan dokter untuk mengantisipasi adanya tahanan yang sakit.

"Kondisinya baik, yang penting ada dokter di sana, bisa dicek sama dokter, kalau sakit bisa kita bawa ke RS Kramat Jati kita punya rumah sakit ya gitu aja," kata mantan Kabid Humas Polda Jatim tersebut.

Seperti diketahui, dalam penanganan kasus ini polisi telah menetapkan 14 tersangka, yang terdiri dari leader, diamond, dan pendiri Pandawa Group Salman Nuryanto. Selain itu, polisi juga sudah menyita sejumlah barang bukti, di antaranya adalah uang tunai, belasan mobil dan motor, sertifikat tanah, dan sejumlah rumah di berbagai daerah.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal 378 KUHP, pasal 372 KUHP, pasal 379a KUHP, UU Perbankan pasal 46 UU Nomor 10 tahun 1998 dan pasal TPPU, pasal 3,4,5 UU nomor 8 tahun 2010 dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 200 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement