REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menilai, penguatan unit-unit anti-teror seperti Densus 88 Mabes Polri menjadi kebutuhan mendesak. Kebutuhan itu tercermin pada pilihan Kerja sama Polri dengan Kepolisian Kerajaan Arab Saudi yang sepakat memerangi terorisme dan radikalisme.
''Dengan kesepakatan ini, Arab Saudi secara tidak langsung mengingatkan Indonesia tentang betapa seriusnya ancaman terorisme masa kini,'' kata Bambang, dalam siaran persnya, Ahad (5/3).
Menurut dia, kerjasama itu diyakini sebagai pilihan dan kehendak Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud. Sehingga, kesepakatannya langsung ditandatangani oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Kepala Kepolisian Kerajaan Arab Saudi Usman al Mughrij di Istana Bogor, Rabu (1/3).
Sebelum kesepakatan itu ditandatangani, Raja Salman juga telah mengutus Usman al Mughrij, menemui Jenderal Tito di Jakarta pada Selasa 28 Februari 2017. Keduanya membahas strategi menangkal potensi ancaman terorisme.
''Dari pertemuan itu, Indonesia dan Arab Saudi sepakat memerangi kejahatan lintas negara. Ada belasan poin kesepakatan. Tetapi prioritasnya adalah merespons terorisme masa kini,'' jelas Politikus Golkar tersebut.
Seperti dikemukakan Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Osama Mohammad Abdullah Alshuaibi, yang terpenting adalah kesepakatan memerangi ISIS. Karena itu, Polri dan Kepolisian Kerajaan Arab Saudi merumuskan strategi memerangi terorisme dan pendanaannya.
Pria yang akrab disapa Bamsoet itu, pilihan Arab Saudi untuk menjadikan Polri sebagai mitra mencerminkan kepercayaan dan pengakuan akan kompetensi dan kualifikasi Polri memerangi terorisme. Kerja sama Polri-Kepolisian Kerajaan Arab Saudi tampak jelas masuk dalam prioritas Raja Salman, karena dokumen nota kesepahaman kepolisian kedua negara itu termasuk dalam 11 nota kesepahaman yang sudah disiapkan untuk ditandatangani para pejabat kedua negara.