Kamis 02 Mar 2017 03:58 WIB

Bahasa dan Tentara Jadi Perekat Bangsa Indonesia

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Winda Destiana Putri
Muhadjir Effendy
Foto: dokrep
Muhadjir Effendy

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyebut terdapat dua hal yang menjadi perekat bangsa Indonesia. Ia mengatakan, bahasa Indonesia merupakan bahasa kesatuan dan persatuan yang menjadi perekat bangsa.

"Dua hal yang menjadi faktor perekat bangsa selain bahasa, yakni tentara," kata dalam diskusi Bincang-Bincang Kebangsaan dalam Perspektif Kebahasaan dan Kesastraan di Kemendikbud Senayan, Jakarta, Rabu (1/3). Ia meyakini, apabila keduanya masih berjalan di trek yang benar, maka tidak ada yang dikhawatir bahwa Indonesia akan pecah.

Mendikbud menyebut terdapat tiga tugas besar dalan merawat kebinekaan melalui bahasa. Masing-masing, yakni, melestarikan bahasa lokal, mempromosikan bahasa nasional dan mengadopsi dan memanfaatkan penggunaan bahasa asing. Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu menyebut, ketiga hal itu tidak boleh berat sebelah, harus proporsional.

Mendikbud menilai, memang harus ada manfaat dan ongkos yang harus dibayar ketika Indonesia menetapkan bahasa Melayu menjadi bahasa nasional. Pilihan itu berarti, konsekuensi menyisihkan bahasa daerah atau lokal yang lebih kaya kosakata. Pun hal itu juga berdampak pada kehilangan peluang untuk penguasaan bahasa asing yang cukup untuk berkomunikasi di dunia internasional.

Muhadjir mengatakan, terdapat ratusan bahasa lokal di Provinsi Papua. Tidak jarang bahasa lokal yang digunakan antarkampung juga berbeda. Masyarakat Papua menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi. Sehingga, banyak orang tua di kampung yang paham bahasa Indonesia, meskipun terbatas. "Bahasa Indonesia harus diakui, keuntungan besar khususnya jaga marwah kebinekaan," ujar dia.

Ia menyebut, bahasa Indonesia cukup baik dalam menerima serapan dan ujaran yang ada di sekitar. Namun, belum banyak masyarakat Indinesia yang terbiasa dengan kata serapan itu. Sehingga, tidak jarang bahasa asing lebih cepat berkembang di masyarakat. Hal itu diperparah dengan kebiasaan publik figur yang menggunakan bahasa Indonesia dan asing bercampur untuk menunjukkan intelektual dan modern. "Itu yang ditiru (masyarakat). Ada problem besar yang harus ditangani secara utuh. Semoga pada 2018 bisa teratasi," jelasnya.

Muhadjir menilai, diskusi ini merupakan langkah awal untuk mempromosikan kembali penggunaan bahasa. Serta, pembiasaan masyarakat untuk bisa menikmati karya sastra yang ada. Khususnya ditengah penggerusan berbagai macam media yang menggunakan alternatif bahasa yang tidak baik dan benar. "Bahasa Indonesia adalah bahasa penuntun untuk masyarakat. Alat untuk mengekpresikan pikiran gagasan secara baik dan benar. Pertumbuhan bahasa berkembang seiring penggunaannya," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement