REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Sastra dari Universitas Negeri Yogyakarta, Suminto A Sayuti menyebut terdapat tiga hal yang dapat diterapkan dalam kurikum bahasa Indonesia. Guru besar ilmu sastra pada fakultas bahasa dan seni itu juga menyebut, model literasi yang harus dikembangkan di Indonesia yakni literasi nusantara.
"Sederhana, hanya membaca sastra, menulis sastra, dan apresiasi sastra," kata dia dalam diskusi Bincang-Bincang Kebangsaan dalam Perspektif Kebahasaan dan Kesastraan di Jakarta, Rabu (1/3). Ia menyebut selama ini pelajar dibayang-bayangi ujian nasional (UN). Sehingga, ia sepakat UN hanya sebagai bahan evaluasi, bukan penentu kelulusan.
Menurutnya, apabila pelajaran bahasa Indonesia merujuk pada literasi nusantara, maka anak Riau akan membaca Bulan Cahaya, anak Yogyakarta akan kenal Iman Budhi Santosa. "Anak harus dikenalkan literasi lokal. Tanamkan benih literasi nusantara, kesejatian Indonesia ditangan guru," jelasnya.
Suminto mengaku kerap mempertanyakan pada mahasiswanya. "Apakah kita masih Indonesia? Apakah kita belum Indonesia?" Ia mengingatkan, secara kultural, Indonesia lahir dari puisi Sumpah Pemuda. Sementara secara politik, Indonesia lahir lewat puisi Proklamasi.
Sementara itu, peneliti senior dari Badan Bahasa, Puji Santosa menyebut, selama ini pelajaran bahasa dan sastra hanya diajarkan di sekolah. Pun pelajarannya dilakukan dengan paksaan agar anak-anak membaca sastra tertentu. Namun, tidak jaran beberapa pelajar yang menggandrngi sastra, dengan senang hati membacanya.
Sehingga, Puji mengatakan, muncul ide dari Badan bahasa untuk mengangkat sejumlah karya sastra dalam bentuk film. Tujuannya, untuk memperbanyak karya sastra disebarkan ke seluruh Indonesia.
Puji menjabarkan, selama ini gerakan literasi yang dilakukan yakni mengangkat cerita rakyat untuk disadur dalam bentuk cerita anak. "Beragam mitologinya dikenalkan ke siswa. Pada 2017 yang tersedia ada 180 cerita anak, segera diterbitkan," ujar Puji.
Badan Bahasa, ia melanjutkan, akan mulai meneliti sejumlah karya sastra yang cocok di berikan pada masing-masing jenjang, yakni, SD, SMP, SMA/SMK. Hasil penelitian itu akan direkomendasikan pada Kemendikbud. "Ragam jenis sastra. Mengenalkan sifatnya multikultural tadi sehingga sesuai dengan harapan, tetap merawat kebinekaan dari perspektif sastra," jelasnya.