Rabu 01 Mar 2017 07:13 WIB

Ustaz Shamsi Ali Ingatkan Soal Penyambutan Berlebihan Raja Salman

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Bilal Ramadhan
Ustaz Shamsi Ali
Foto: dok.Istimewa
Ustaz Shamsi Ali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh Muslim Amerika Serikat Ustaz Shamsi Ali mengingatkan, dibalik penyambutan yang super meriah terhadap Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz, ada baiknya juga dilihat sisi kebalikannya.

Menurutnya, dari berbagai kemungkinan sisi positif kunjungan itu, termasuk kemungkinan Saudi akan meminjamkan atau menanam saham dalam berbagai aspek peremonomian Indonesia, yang konon kabarnya bisa mencapai 25 miliar dolar AS. Indonesia seharusnya tidak menutup mata kepada kemungkinan sisi negatif dari penyambutan yang berlebihan.

''Saya justru ingin melihat bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, selalu mengambil sikap imbang dalam segala hal. Termasuk ketika harus menghormati seorang tamu asing,'' ucap Shamsi, dalam siaran persnya, Rabu (1/3).

Ia menjelaskan, ada beberapa kemungkinan konsekuensi negatif yang ditimbulkan dari penyambutan yang berlebihan itu. Pertama, raja Salman adalah seorang raja dari sebuah negara yang secara sistim tidak menggambarkan semangat ajaran Islam dalam pengelolaan negara atau publik.

Secara sederhana, sistim kerajaan, kekuasaan keluarga, dengan keberpihakan kepada keluarga kerajaan yang sangat besar, menjadikan keadilan sosial tereliminir ke titik nadir yang mengecewakan.

"Harusnya Indonesia mendapat kehormatan di dunia Islam karena mampu mengawinkan antara Islam dan demokrasi. Sesuatu yang langka tentunya di bagian dunia Islam lainnya," ujarnya.

Kedua, Shamsi menuturkan, tentu senang bahwa akidah Islam yang Ahlusunnah terjaga baik di Saudi Arabia. Tapi atas nama menjaga akidah Ahlusunnah, lalu kelompok-kelompok yang tidak sejalan dieliminasi. Ia menilai hal ini bertentangan dengan 'spirit' kepemimpinan Rasulullah yang mengayomi minoritas yang tidak sejalan dengan beliau.

''Saya tidak sama sekali membela Syiah. Tapi serangan Saudi ke Yaman itu sangat tidak proporsional dan banyak mengorbankan jiwa-jiwa yang tidak berdosa,'' sebut dia.

Ketiga, Shamsi menambahkan, dirinya khawatir justru penyambutan yang terlalu berlebihan, lebih dari pemimpin lain bahkan pemimpin Muslim lainnya, akan semakin membangun stigma bahwa Muslim Indonesia itu 'inferior' kepada Muslim Arab.

Dirinya tentu tidak mendukung mereka yang anti Arab. Sebab betapa banyaknya saudara-saudara Arab yang luar biasa dalam iman dan Islam. Namun, ia mengingatkan, jangan sampai ini menambah stigma negatif yang selama ini berkembang.

Keempat, jangan lupa bahwa perlakuan kepada para pekerja Indonesia, khususnya TKW, di Saudi masih jauh dari norma-norma hukum internasional. Shamsi menuturkan, Saudi masih belum mau menandatangani konvensi internasional yang menyangkut 'domestic workers' yang secara hukum internasional dijamin.

''Hal ini harusnya masuk dalam agenda pembahasan karena menyangkut kemanusiaan dan harkat bangsa,'' sebut dia.

Terakhir, Sahmsi menilai, banyak yang over joy dengan kunjungan ini karena kekayaan Saudi Arabia. Kabarnya, raja Salman dan rombongannya akan menanam saham besar di Indonesia. Bahkan akan mencapai 25 miliar dolar AS. Kalaupun itu jadi, dan tanpa riba sekalipun, harusnya berhati-hati dengan konsekuensi psikologis.

''Kebesaran sebuah bangsa tidak hanya pada kemajuan ekonominya. Tapi yang terpenting adalah kemampuan membangun independensi dan kehormatannya,'' kata Shamsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement