Sabtu 25 Feb 2017 23:02 WIB

MUI: Islam tak Larang Salatkan Jenazah Muslim yang Berbeda Pilihan Politik

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Andri Saubani
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat  Majelis Ulama Indonesia, Cholil Nafis.
Foto: IST
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia, Cholil Nafis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majlis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis meminta umat menyelesaikan masalah politik dengan argumentasi kemaslahatan umat. Itu disampaikan Cholil menanggapi spanduk bertuliskan menolak menyalatkan jenazah bagi pembela penista agama yang terpasang di sejumlah masjid di Jakarta.

“Berilah argumentasi rasional untuk mengajak mereka memilih yang lebih maslahat untuk Jakarta,” ujar Cholil kepada Republika, Sabtu (25/2). Cholil yang juga anggota Dewan Syariah Nasional (DSN MUI) itu menjelaskan, menyalatkan jenazah seorang muslim mempunyai hukum fardhu kifayah. Fardu kifayah dalam artinya umat Islam wajib menyalatkan jenazah muslim. Namun, kewajiban tersebut akan gugur apabila sudah ada umat yang sudah menyalatkan.

Cholil menilai, spanduk bertuliskan menola menyalatkan jenazah pembela penista agama merupakan cara dakwah yang tidak halus. Cholil menegaskan, Islam tidak melarang untuk menyalati orang yang berbeda pilihan politik. “Ini kan cara dakwah dengan cara menggertak pendukung paslon tertentu,” kata Cholil.

Walaupun muslim memilih pemimpin yang tidak seiman, kata Cholil, tidak akan sampai menjadi kufur atau musyrik. Namun, memilih pemimpin yang tidak seiman harus menanggung dosa. Persoalan seperti ini dapat diselesaikan dengan cara dakwah.

Seperti diberitakan, sejumlah masjid di Jakarta memasang spandung bertuliskan menolak menshalatan jenazah bagi pembela penista agama. Spanduk tersebut bahkan menjadi viral di media sosial, contohnya spanduk yang ada di Masjid Mubassyirin, Jalan Karet Belakang Selatan, Karet, Jakarta Selatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement