REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA -- Pemerintah Kabupaten Mimika, Provinsi Papua mengharapkan kisruh yang terjadi terkait kelanjutan kontrak pertambangan PT Freeport Indonesia segera diakhiri. Hal ini agar dapat meminimalkan dampak seperti pemutusan hubungan kerja massal karyawan.
"Pemerintah Kabupaten Mimika hanya mau mengatakan kapan polemik ini bisa segera berakhir. Kami tidak mungkin melawan atau menentang atau memusuhi pemerintah pusat. Semoga pemerintah dan pihak perusahaan bisa menemukan jalan keluar terbaik," kata Kepala Dinsnakertrans-Perumahan Rakyat Mimika Septinus Soumilena, di Timika, Sabtu (25/2).
Septinus mengatakan keputusan pemerintah pusat yang tidak lagi memberikan izin ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia, kemudian berimbas pada terhentinya produksi perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu, memicu terjadi PHK besar-besaran karyawan Freeport maupun karyawan perusahaan-perusahaan subkontraktornya.
Berdasarkan data yang diterima Disnakertrans-PR Mimika, hingga Kamis (23/2), sudah 1.087 karyawan telah dirumahkan dan di-PHK oleh perusahaan-perusahaan tempat mereka bekerja. "Apa yang diputuskan oleh pemerintah di tingkat atas ada sisi positifnya, tetapi ada juga sisi negatifnya. Sekarang sisi negatif itu yang kami semua tanggung. Kondisi buruk ini bahkan akan terus berlangsung selama belum ada win-win solution antara pemerintah dengan PT Freeport," ujar Septinus Soumilena pula.
Pemkab Mimika, katanya lagi, sudah membentuk tim untuk membahas dampak yang terjadi akibat kisruh PT Freeport tersebut. Hasil kerja tim ini rencananya akan dilaporkan kepada Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri saat kunjungan ke Timika dalam satu-dua hari ke depan, bahkan hingga ke Presiden Joko Widodo di Jakarta.
Sementara itu, anggota DPRD Mimika Gerson Harold Imbir mengatakan jumlah karyawan yang mengalami PHK jauh lebih banyak dari data yang dilaporkan ke Disnakertrans-PR Mimika.
Sesuai data yang diterima DPRD Mimika, total karyawan yang telah di-PHK hingga Jumat (24/2), mencapai 1.118 orang, terdiri atas 1.053 pekerja Indonesia dan 65 pekerja asing (expatriat).