Rabu 22 Feb 2017 19:59 WIB

Ini Penjelasan Ustaz Adnin Armas Sebelum Ditetapkan Tersangka

Rep: Mabruroh / Red: Ilham
Ustaz Adnin Armas, MA selaku juru bicara Komite untuk Umat (Komat)
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Ustaz Adnin Armas, MA selaku juru bicara Komite untuk Umat (Komat)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyeret nama Ustaz Bachtiar Nasir. Islahudin Akbar disangkakan melanggar pasal UU Perbankan, sementara Ketua Yayasan, Ustaz Adnin Armas diduga melanggar pasal UU Yayasan.

Berikut ini hasil wawancara Republika.co.id dengan Adnin Armas, sebelum dia ditetapkan menjadi tersangka, Selasa (21/2):

Terkait kasus dugaan pengalihan kekayaan yayasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) bagaimana bisa diduga terlibat dan melanggar pasal UU Yayasan tersebut? Tanggapannya?

Pasal beredar banyaknya tentang pencucian uang. Itu pasal yang cukup berat yang ditunjukkan kepada yayasan dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF), karena pidananya 20 tahun dan denda Rp 10 miliar, dan itu pun sebenarnya harus dibuktikan lebih dulu. Para pakar juga berbicara kan harus ada tindak pidana asal. Nah tindak pidana asalkan seperti apakah itu uang narkoba, hasil tindak pidana perdagangan orang (TPPO), penjualan senjata gelap, korupsi atau perbuatan melawan hukum lainnya.

Sementara kan semua tahu kalau itukan sumbangan. Infak, jadi ibaratnya kan menyamakan infak misalnya dengan uang narkoba, itu kan adalah sesuatu yang jahat ya. 

Infak ini kan orang mengeluarkan uang untuk akhirat, untuk kebaikan, sementara narkoba ini uang untuk neraka. Jadi dari situ saja sudah sangat bertentangan ya, orang mau berbuat baik justru uang itu yang dipersangkaan, jadi inikah sangat luar biasa. Sama saja (seperti) orang mau infak ke masjid atau sebagainya kok bisa (dipersangkakan) seperti itu. 

Apalagi dari rekening yang masuk dari yang menyumbang itu sekitar 5.000 lebih. Kalau 5.000 lebih total dana itu sekitar enam miliar, kalau di rata-ratakan Rp 120 ribu rupiah, tentu kalau yang nyumbang ada yang jutaan ada yang di bawah Rp 100 ribu. Mungkin yang terbesar Rp 100 juta itupun bukan perorangan, tapi kelompok. 

Jadi ini terlalu berlebihan dan bagaimanapun ada para ustaz dikenakan dengan pasal TPPU itukan sesuatu yang tidak tepat. Karena tindak pidananya kasar, menyamakan uang infak dengan uang hasil kejahatan itu sama saja menyamakan ustaz seperti pelaku koruptor atau TPPO atau narkoba.

Kemudian dengan hukuman 20 tahun penjara dan penggantian uang Rp 10 miliar, uang yang diterima kemarin saja hanya enam miliar, tiga miliar pun kurang lebih belum terpakai. Tiga miliar untuk aktivitas 411, 212, untuk bantuan sosial yang lain. Nah kok bisa sih polisi gegabah meletakkan pasal TPPU kepada para ustaz, para aktivis GNPF. Menurut saya ini gegabah dan berlebihan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement