REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri tengah mengusut kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berkaitan dengan aksi bela Islam beberapa waktu lalu. Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mempertanyakan mengapa Polri tidak sama sekali mengusut perihal penggalangan dana masyarakat yang dilakukan oleh Teman Ahok.
Arsul Sani meminta penjelasan Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengenai pidana pokok dalam kasus Yayasan Keadilan Untuk Semua (KUS). Ia melanjutkan, masyarakat juga bertanya-tanya mengapa hanya dana publik terkait aksi bela Islam yang diusut, sementara dana Teman Ahok sama sekali tidak diusut.
"Kewenangan memeriksa harus kita hormati, tetapi tindak pidana pokoknya apa?" kata Arsul dalam rapat ke Komisi III DPR dengan Kapolri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/2).
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, untuk kasus yang menjerat Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Bachtiar Nasir, ada dugaan pelanggaran undang-undang Yayasan, undang-undang Perbankan, dan juga TPPU.
Bahkan Polri telah menetapkan Ketua Yayasan Keadilan Untuk Semua (KUS) Adnin Armas sebagai tersangka dalam aksi bela Islam 4 November 2016 lalu atau biasa dikenal dengan 411.
Tito melanjutkan, yayasan KUS memberikan surat kuasa kepada Bachtiar Nasir. Namun, Bahtiar kemudian memberikan kuasa kepada salah seorang petugas bank syariah berinisial IS, yang juga telah dijadikan tersangka dalam kasus ini, untuk mencairkan uang.
Kapolri mengatakan, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, diatur bahwa dana yayasan tidak dapat digunakan untuk kepentingan pihak ketiga tanpa izin dari pengurus lain. Bachtiar diberikan kuasa oleh Adnin untuk mengelola itu.
"Yayasan ini memberikan surat kuasa bagi saudara Bachtiar Nasir, dan kemudian oleh Bachtiar Nasir dikuasakan kembali kepada petugas Bank Syariah yang bernama saudara IS," kata Tito.