Senin 20 Feb 2017 15:23 WIB

PP Muhammadiyah Bilang ke Jokowi: Penting Ahok Dinonaktifkan

Ketum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Simanjutak usai menemui Presiden Joko widodo
Foto: Republika/Desy Susilawati
Ketum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Simanjutak usai menemui Presiden Joko widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah menemui Presiden Joko Widodo, Senin (20/2). Kedua pihak membahas sejumlah isu kebangsaan termasuk mengenai integritas dan produktivitas masyarakat.

"Kita punya banyak orang cerdas, tapi kemudian sepi orang jujur punya integritas. Kami menitipkan tentu poin anti korupsi yang harus terus dirawat oleh Pak Jokowi," kata Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Ansar Simanjuntak di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.

Menurut Dahnil, produktivitas masyarakat juga dinilai menurun karena adanya kebisingan politik dalam negeri.

Salah satu yang menyebabkan kebisingan politik itu, kata Dahnil, adalah banyaknya desakan untuk menonaktifkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang menjadi terdakwa dalam kasus penodaan agama.

"Pemuda Muhammadiyah salah satu yang menganggap penting secara hukum Pak Ahok dinon-aktifkan. Saya sampaikan begitu tadi kepada Pak Jokowi, jadi untuk mengurangi kebisingan politik yang tidak produktif tadi," kata Dahnil.

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah menjelaskan Presiden akan mengambil sikap tegas sesuai dengan peraturan serta hukum dan keputusan dari lembaga tinggi hukum.

"Yang berkembang saat ini adalah argumentasi-argumentasi individual dari para ahli hukum dan itu argumentasinya berbeda-beda dan debatable. Nah Pak Jokowi tidak ingin masuk pada ruang debat itu," tegas Dahnil.

Presiden menegaskan, pemerintah akan mengikuti keputusan resmi lembaga tinggi hukum terkait isu jabatan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama saat menjadi terdakwa.

Selain itu, jelas Dahnil, kebisingan politik juga terjadi karena banyaknya buzzer atau penyebar informasi dan kabar palsu dengan kepentingan politik tertentu. Pemuda Muhammadiyah akan mendorong PP Muhammadiyah untuk mengeluarkan fatwa haram penyebar kabar palsu.

"Karena mereka jadi produsen fitnah, mereka menebar kebencian, mereka menebar instabilitas. Nah itu yang ingin kita dorong dan Pak Jokowi bersepakat tadi," jelas Dahnil.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement