Sabtu 18 Feb 2017 10:47 WIB

Pilkada DKI yang Aman Tunjukkan Kedewasaan Umat Islam

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Andi Nur Aminah
Warga keturunan Tionghoa mencelupkan jari ke dalam tinta usai memberikan hak suara dalam Pilkada DKI Jakarta di TPS 4 Glodok, Tamansari, Jakarta Barat, Rabu (15/2).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warga keturunan Tionghoa mencelupkan jari ke dalam tinta usai memberikan hak suara dalam Pilkada DKI Jakarta di TPS 4 Glodok, Tamansari, Jakarta Barat, Rabu (15/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini, memberikan catatan khusus untuk Pilkada di DKI Jakarta. Menurutnya, meskipun suhu politik cukup memanas jelang pemungutan suara terkait kasus penistaan agama, faktanya semua pihak khususnya umat Islam bisa menjaga situasi keamanan DKI tetap kondusif, semua tenang dan damai.

Hal itu sekaligus membuktikan betapa umat Islam khususnya di Jakarta, sangat dewasa dan matang dalam berdemokrasi dengan turut serta mewujudkan kedamaian dan mengutamakan kepentingan nasional. Realitas tersebut, Jazuli mengatakan mampu menepis tuduhan sebagian pihak bahwa umat Islam yang turun dalam aksi-aksi Bela Islam, penyebab kegaduhan dan instabilitas jelang Pilkada.

Hal ini juga membantah aksi-aksi tersebut berkaitan dengan kepentingan politik pilkada DKI. "Kita bisa saksikan sendiri mana ada kegaduhan dalam pilkada khususnya di DKI, aman-aman saja tuh. Bahkan, elemen umat Islam turut menyerukan agar masyarakat aktif berpartisipasi dalam pemungutan suara serta mengawal proses Pilkada dari kecurangan," kata Jazuli, dalam siaran persnya, Sabtu (18/2).

Menurutnya, elemen umat Islam sangat konstruktif dalam mewujudkan Pilkada yang damai. Hal ini, Jazuli mengatakan juga menegaskan bahwa aspirasi aksi bela Islam yang dilakukan umat Islam yang lalu, sungguh untuk menuntut penegakan hukum yang adil kepada tersangka penista Al-Qur'an dan tidak ada motif politik (pilkada).

Meski demikian, Jazuli menegaskan kepada penyelenggara dan penegak hukum agar menuntaskan permasalahan menyangkut temuan dan laporan di lapangan terkait dengan banyaknya kecurangan. Hal itu agar penegakan hukum pilkada dilakukan secara konsekuen dan berkeadilan, mulai soal penggunaan hak pilih hingga politik uang.

"Pihak-pihak yang merasa dirugikan atau menemukan kecurangan bisa menempuh mekanisme/prosedural sesuai undang-undang kepada KPU, pengawas pemilu, kepolisian, hingga Mahkamah Konstitusi jika menyangkut perselisihan hasil. Untuk itu, penyelenggaran dan penegak hukum harus menjamin penindaklanjutnya secara tuntas dan berkeadilan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement