Kamis 16 Feb 2017 20:12 WIB

Antasari: Saya Melaporkan Kasus yang Berbeda

Rep: Mabruroh / Red: Ilham
Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar (tengah).
Foto: Antara/Reno Esnir
Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Antasari Azhar menegaskan, laporannya di Bareskrim Porli tidak ada hubungan dengan kasus Pasal 340 atau kasus pembunuhan berencana yang telah menjebloskannya ke dalam tahanan. Menurutnya, laporan tersebut murni kasus lain.

"Saya jelaskan, dulu saya diusut itu 340, pembunuhan berencana, nah yang saya laporkan (pasal) 318 KUHP," kata Antasari melalui sambungan telepon di Jakarta, Kamis (16/2).

Dalam Pasal 318 itu, kata Antasari, barang siapa yang membuat tindak pidana persangkaan palsu yang saat ini disebut orang rekayasa, dan yang berakibat orang terhukum. Menurut dia, perkara yang ia laporkan berbeda sekali dengan dakwaan Pasal 340 KUHP yang pernah menjeratnya. "Nah itu pemahaman 318, jadi beda kasusnya," kata dia.

Soal grasi, Antasari mengatakan, itu adalah hak konstitusional Presiden. Saat Presiden menyetujui, artinya Presiden akan mencoba mempelajari kembali kasusnya. "Ketika grasi diajukan, dan Presiden mencoba mempelajari itu, minta pertimbangan Mahkamah Agung. Jadi ayat berapa yang mengatakan orang minta grasi ngaku bersalah dan minta ampun?" tanya dia.

Hak konstitusional itu tambahnya, adalah dalam rangka memberikan ampunan kepada seseorang. Di mana ampunan tersebut diberikan saat dia sebagai kepala negara melihat adanya ketidakadilan yang menimpa seseorang.

"Kita lihat ke belakang, ketika Jokowi juga kasih grasi kepada OPM. Jokowi datang sendiri ke Papua menyerahkan Keppres-nya kan. Nah itu yang benar, jadi orang bilang, itu salah dan minta ampun, itu adalah persepsi keliru, itu awam. Enggak bisa jadi acuan nasional. Jangan rakyat dibodohi," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement