REPUBLIKA.CO.ID, PROBOLINGGO -- Kabupaten Probolinggo merupakan sentra produksi bawang merah kedua di Jawa Timur setelah Nganjuk. Luas areal panen bawang merah di Probolinggo tahun 2015 yaitu 7.155 hektare (ha) dengan produksi 514.086 kuintal.
Petani bawang merah di Probolinggo belum melaksanakan penanaman serempak sehingga setiap bulan selalu ada pertanaman dan puncak penanaman terjadi pada bulan Mei, Juni dan Juli. Hal ini menjamin kontinuitas produksi sehingga ketersediaan bawang merah di Probolinggo selalu siap setiap saat.
Kemampuan anggota kelompok tani untuk berbudi daya bawang merah secara umum di Probolinggo sudah cukup baik hanya saja perlu pengarahan untuk mengefisienkan penggunaan pupuk kimia dengan meningkatkan penggunaan pupuk organik serta mengurangi penggunaan pestisida kimia melalui budi daya ramah lingkungan serta memperkenalkan manfaat Trichoderma dan penggunaan perangkap likat kuning. Selain itu perlu mengembangkan penggunaan gudang komunal dengan pengasapan mampu mempertahankan daya simpan umbi bawang merah hingga 6 bulan.
Ciri khas budi daya bawang merah di Probolinggo yaitu menggunakan varietas unggul Biru Lancor asal lokal Probolinggo dan menerapkan penggunaan kelambu nilon yang merupakan kearifan lokal dalam mengelola tanaman bawang merah ramah lingkungan. Khususnya, mengendalikan hama utama ulat bawang atau Spodoptera exigua. Hingga saat ini penerapan pengendalian hama ulat bawang dengan kelambu nilon sudah dilakukan oleh lebih dari 50 persen petani bawang merah di Probolinggo.
Tiga orang peneliti dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur, Baswarsiati, Wahyuhandayati, dan Ericha menulis varietas unggul bawang merah yang berkembang di Probolinggo yaitu Biru Lancor yang dilepas tahun 2009 dan merupakan hasil seleksi serta pemurnian varietas lokal asal Probolinggo oleh BPTP Jawa Timur bekerja sama dengan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, Dinas Pertanian Kabupaten Probolinggo dan petani.
Perkembangan varietas Biru Lancor cukup pesat dan saat ini hampir 95 persen luas areal bawang merah di Probolinggo ditanami varietas tersebut dan juga berkembang di luar provinsi Jawa Timur seperti Gorontalo, Jogja, Sulawesi Selatan (Enrekang), Kalimantan dan Bali. Dari hasil perkembangan benih asal TSS maka Biru Lancor memiliki kemampuan produksi biji botani lebih dari 90 persen.
Adapun potensi produksi bawang merah varietas Biru Lancor pada MK I (tanam bulan April, Mei) sekitar 8-10 ton per ha dan pada MK II (tanam bulan Juni, Juli bersamaan dengan adanya angin Gending) sekitar 15-18 ton per ha. Varietas Biru Lancor memiliki keunggulan lebih toleran terhadap hama dan penyakit serta memiliki daya adaptasi luas dan sesuai untuk ditanam di musim hujan maupun kemarau dan cocok untuk bawang goreng karena lebih renyah dan aroma kuat.
Penggunaan kelambu nilon merupakan budi daya spesifik lokasi petani bawang merah di Probolinggo dalam mengendalikan hama ulat bawang di musim kemarau dan musim hujan. Pemakaian kelambu nilon dapat mengurangi bahkan meniadakan penggunaan insektisida kimia, sehingga efek negatif insektisida juga dapat ditiadakan.
Kelambu nilon dapat diterapkan pada luasan pertanaman yang sempit maupun skala luas namun pada umumnya ukuran kelambu nilon yang diterapkan oleh petani per unit antara 500 meter persegi sampai 2.000 meter persegi. Keberhasilan pengendalian hama ulat bawang dengan menggunakan kelambu nilon dapat mencapai 100 persen dan penggunaan insektisida berkurang sampai 50-75 persen serta bawang merah dapat dipanen dengan hasil optimal.
Kelambu nilon dapat digunakan hingga 7 sampai 10 kali periode tanam bawang merah asalkan disimpan dengan baik.
Secara ekologis kelambu nilon dapat membantu memperbaiki lingkungan tumbuh bawang merah pada saat musim kemarau. Pada kondisi udara yang panas dan kering daun bawang merah dapat mengalami respirasi yang tinggi. Keadaan ini menyebabkan tanaman menjadi lemas, dan lemah. Penggunaan kelambu nilon secara fisik juga dapat mengurangi intensitas sinar matahari dan respirasi tanaman sehingga pertumbuhan tanaman bawang merah dapat berlangsung dengan normal dan dapat menghasilkan umbi dengan baik.