REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku dirinya sudah memperkirakan, grasi yang diberikan kepada mantan pimpinan KPK Antasari Azhar memiliki motif politik. Dibebaskannya Antasari juga, menurut dia, tiada lain untuk mendiskreditkan SBY.
"Yg saya perkirakan terjadi. Nampaknya grasi kpd Antasari punya motif politik & ada misi utk serang & diskreditkan saya (SBY)," kata SBY dalam akun Twitter resminya pada Selasa (14/2).
Perkiraan SBY dirasanya lebih kuat setelah Antasari mengeluarkan pernyataan yang dianggap fitnah dan tuduhan keji oleh sang mantan presiden. Pernyataan tersebut dilontarkan Antasari sehari menjelang pencoblosan di Pilgub DKI Jakarta, yang SBY menduga itu telah direncanakan.
"Satu hari sebelum pemungutan suara Pilkada Jakarta (saya duga direncanakan), Antasari lancarkan fitnah & tuduhan keji terhadap saya," kata SBY.
SBY menduga fitnah dan tuduhan keji yang dilancarkan adalah unyuk menghambat pasangan Agus-Sylvi di Pilgub DKI Jakarta. Seperti diketahui, Agus Harimurti Yudhoyono merupakan putra sulung SBY yang turut dalam kontestasi Pilgub DKI 2017.
"Tujuan penghancuran nama SBY oleh Antasari & para aktor di belakangnya ~ agar Agus-Sylvi kalah dlm pilkada besok, 15 Feb 2017," katanya.
Semua kicauan dalam akun Twitter SBY bertanda *SBY*, yang artinya ditulis langsung oleh ketua umum Partai Demokrat. Seperti diberitakan sebelumnya, mantan ketua KPK Antasari Azhar mengungkapkan, presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terlibat dalam kriminalisasi terhadap dirinya pada 2009. Menurut Antasari, hal tersebut berawal dari KPK tengah menangani kasus Aulia Pohan, yang merupakan besan SBY terkait korupsi aliran dana BI.
Antasari melanjutkan, SBY kemudian mengutus Hari Tanoesoedibyo mendatangi kediamannya untuk meminta agar Aulia Pohan tidak dutangkap. Namun, Antasari mengaku tidak memgindahkan permintaan tersebut karena SOP KPK, ketika tersangka sudah harus ditahan.