Senin 13 Feb 2017 19:02 WIB

Polri Tegaskan tidak Harus Ungkap Pidana Asal TPPU Bachtiar Nasir

Rep: Mabruroh/ Red: Agus Yulianto
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Brigjen Pol Rikwanto (kanan).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Brigjen Pol Rikwanto (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri Brigjen Rikwanto mengatakan, penyidik tidak diwajibkan untuk mencari pidana asal dari kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yayasan Keadilan untuk Semua. Asalkan, kata dia, penyidik telah memiliki minimal dua alat bukti untuk mengejar dugaan adanya perkara TPPU.  

"Tidak harus ya. Ditegaskan Pasal 69 UU No 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU, dalam UU TPPU sudah jelas bahwasanya pemeriksaan perkara TPPU tidak wajib membuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya," kata Rikwnato, Senin (13/2).

Dikatakan dia, dalam kasus ini, asalkan penyidik punya bukti kuat, maka bisa saja menjerat siapapun tersangkanya dengan dugaan TPPU. Namun, dia enggan menjelaskan apakah artinya penyidik telah memiliki bukti kuat yang dimaksudkan, karena masih dalam penyidikan.

"Alat bukti untuk ke arah TPPU ini sedang dilakukan penyidikan oleh pihak Bareskrim. Tidak harus menunggu pidana asal dan inkrah jadi ada indikasi, ada pidana asal sudah bisa masuk ke TPPU," ujarya.

Seperti yang tercantum didalam surat pemanggilan para saksi, lanjut Rikwanto, bahwa laporan polisi dibuat pada (6/2) lalu menyebutkan kasus ini dalam dugaan TPPU dengan tindak pidana asal pengalihan kekayaan yayasan kepada pihak pembina, pengurus, dan pengawas baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang. Hal ini, kata dia, sebagaimana yang dimaksud Pasal 3 atau Pasal 5 dan atau Pasal 6 UU No 8 Tahun 2010 tentang TPPU dan atau Pasal 70 UU No 16 Tahun 2001 tentang yayasan jo Pasal 5 UU No 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No 16 Tahun 2001 tentang yayasan jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Jadi sesuai dengan UU Yayasan Nomor 28 Tahun 2004 Pasal 70 mengatakan setiap anggota yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun," ujarnya.

Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI Bachtiar Nasir mengatakan, bahwa dirinya bukanlah bagian dari susunan pengurusan yayasan keadilan untuk semua. Menanggapi hal tersebut, Rikwanto menyatakan, bahwa polri menemukan adanya pengalihan dana dari rekening seperti yang disangkakan.

"Ada dialihkan, dia kan meminjam rekening yayasan itu untuk hal-hal yang dia maksudkan sendiri. Yang dimaksudkan sendiri sedang didalami materinya," ucap Rikwnato.

Dalam pemeriksaan Jumat (10/2) lalu, Bachtiar mengaku, bahwa dana sebesar Rp 3 miliar dalam rekening milik yayasan disalurkan sudah pada tempatnya. Yakni Rp 500 juta disumbangkan ke Aceh dan Rp 200 juta ke Sumbawa, sedangkan sisanya masih berada di dalam rekening tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement