Kamis 09 Feb 2017 21:15 WIB

Wiranto Tepis Aksi 112 akan Membuat Gaduh

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Karta Raharja Ucu
Menkopolhukam Wiranto.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Menkopolhukam Wiranto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah petinggi Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) menyambangi rumah Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, Kamis (9/2). Kedatangan itu menurut Habib Rizieq Shihab untuk menyambung silaturahim.

Habib Rizieq mengatakan komunikasi yang telah berlangsung lama tapi sempat terhenti berlanjut kembali lewat pertemuan ini. Yang disampaikan Menko Polhukam, ujar dia, luar biasa sehingga perlu ditegaskan dia sudah bersahabat cukup lama dengan Wiranto.

"Kalau belakangan ini komunikasi tersumbat dan terjadi kesalahpahaman, saya lihat pertemuan ini luar biasa, bisa mencairkan kebekuan," tutur dia, dalam keterangan tertulisnya, Kamis/

Habib Rizieq mengungkapkan, FPI memiliki komitmen yang kuat tentang kebangsaan dan kenegaraan. Umat Muslim di seluruh Indonesia memiliki tekad menjaga NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. "Kami terkejut FPI disebut anti-Pancasila, antikebangsaan, dan sebagainya," ujar dia.

Namun, menurut Habib Rizieq, Wiranto melihat pandangan FPI tentang NKRI tidak berubah. Sehingga, ia berharap komunikasi tersebut dapat berjalan makin baik agar tidak terjadi lagi kesalahpahaman. "Mudah-mudahan komunikasi ini semakin baik agar tidak terjadi lagi misunderstanding," ucap dia.

Di sisi lain, soal wacana adanya aksi pada 11 Februari 2017 ini, Wiranto menepis anggapan bahwa aksi tersebut akan membuat gaduh dan menakutkan. "Aksi pada 11 Februari yang isunya menakutkan masyarakat kita tepis bersama. Pada tanggal 11 masyarakat dapat menjalani hari dengan kondisi yang aman, tertib," kata dia.

Wiranto mengungkapkan, pemerintah mempersilakan aksi tersebut. Namun, dia menegaskan, pihaknya tidak akan mentolerir aksi-aksi yang melanggar hukum. "Silahkan saja kalau ada aktifitas tapi jangan sampai ada pelanggaran hukum. Ikuti aturan yang ada," ujar dia.

Rizieq dalam hal ini menuturkan, FPI bersama tokoh Islam lainnya akan tetap melaksanakan aksi pada tanggal 11 Februari mendatang. Namun karena dikhawatirkan akan ada gerakan-gerakan yang menjadi provokasi tidak sehat, maka aksi akan dipindah.

Karena, aksi tersebut dilaksanakan menjelang Pilkada. Para ulama yang mengikuti aksi itu akhirnya bersepakat untuk memindahkan lokasi aksi yang semula dari Monas ke Bundaran HI, menjadi zikir dan tausiyah nasional yang dilaksanakan di Masjid Istiqlal.

"Pemindahan (lokasi) aksi ini untuk menghindari hal-hal yang negatif. Apalagi, pada saat itu akan ada kampanye dari dua pasangan calon. Kami tidak ingin terjebak dalam kampanye ini. Jadi kami putuskan untuk digelar di masjid Istiqlal dan kami komitmen untuk tidak melanggar aturan dan undang-undang manapun," ujar Rizieq.

Sementara itu, Ketua GNPF MUI Ustaz Bachtiar Nasir menuturkan tidak akan ada aksi long march pada 11 Februari nanti. "Tidak akan ada long march. Jika ada, maka itu di luar agenda GNPF dan kita menyerahkan itu pada aparat," ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement