REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Teten Masduki mengatakan berita hoax bukanlah bentuk demokrasi. Menurutnya, hoax justru hal yang dapat merusak demokrasi itu sendiri.
"Indonesia sedang menghadapi tantangan praktik-praktik intoleransi yang salah satunya banyak informasi 'hoax' dan ujaran kebencian di media sosial yang berpotensi memecahbelah bangsa kita," kata Teten saat ditemui di Museum Nasional, Jakarta, Kamis (9/2).
Menurut Teten, Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengalami fenomena ini, praktik hoax ini sudah menjadi masalah global. Oleh sebab itu, pemerintah sedang berusaha mengatur alur informasi di media sosial agar tidak ada informasi palsu dan fitnah yang dapat menimbulkan ketegangan di masyarakat.
Dia mengatakan ada beberapa langkah yang akan dilakukan pemerintah Indonesia untuk memerangi berita palsu tersebut, pertama kerja sama dengan perusahaan platform seperti Google, Facebook, Twitter atau Youtube untuk menghentikan iklan untuk portal-portal yang menebar fitnah.
"Mereka juga harus mau menarik informasi fitnah yang disebarkan oleh akun yang menyebar informasi bohong, jika tidak dilakukan pemerintah akan mendenda mereka, tentunya dengan denda yang cukup besar," tutur Teten.
Selain itu, literasi kepada anak-anak muda tentang bagaimana menggunakan media sosial yang baik perlu ditingkatkan. "Literasi kepada anak-anak muda itu adalah salah satu cara untuk memerangi hoax, media sosial memang penting, tetapi kalau isinya adalah kebohongan kan tidak berguna," ujarnya.