REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar mengatakan, polisi tak seharusnya melarang rencana aksi 11 Februari atau 112. Terlebih jika mereka secara resmi melakukan pemberitahuan terkait aksi tersebut.
“Kalau demo dikediaman SBY polisi kecolongan karena tidak ada pemberitahuan, maka aksi massa yang memberitahu secara resmi seharusnya tidak dilarang,” ujar Bambang kepada Republika.co.id, Rabu (8/2).
Seperti diketahui, Kapolda Metro Jaya, Irjen M Iriawan menegaskan akan membubarkan paksa bila aksi 112 tetap digelar. Iriawan beralasan pembubaran tersebut sesuai perundang-undangan nomor 9 tahun 1998.
Namun, Bambang menilai, seharusnya polisi melindungi semua pihak dan tidak membeda-bedakan perlakuan. Termasuk terhadap aksi yang diinisiasi oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI itu. “Kenapa yang resmi dilarang padahal belum masuk waktu pemilihan,” Bambang menegaskan.
Untuk diketahui, GNPF MUI berencana menggelar aksi 112. Mereka akan berkumpul di Masjid Istiqlal menuju Monas, berjalan ke HI dan kembali ke Monas untuk membubarkan diri. Tujuan aksi tersebut tetap menuntut proses hukum terhadap terdakwa dugaan penistaan agama Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dan dukungan terhadap MUI.