REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menegaskan, pemerintah tidak melarang aksi demonstrasi yang rencananya digelar pada 11 Februari mendatang. Hal ini menyusul imbauan larangan pihak kepolisian terhadap rencana aksi sekelompok massa di Jakarta tersebut.
Menurut Wiranto, pemerintah hanya berupaya mengarahkan agar aksi massa tersebut tidak mengganggu kepentingan umum.
"Kita tidak melarang, tapi mengarahkan agar aksi itu masuk dalam koridor hukum dan aturan yang berlaku," ujar Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (8/2).
Karena itu, terkait apakah aksi bisa dilakukan atau tidak, pemerintah menyerahkan ke pihak kepolisian. Hal ini karena kepolisian sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam aksi di lapangan.
"Jadi aksi silakan, tapi ada aturan mainnya, waktunya kapan jumlahnya berapa, temanya apa, di mana akan dilaksanakan, dan tatkala polisi mempertimbangkan bahwa yang dilakukan ini jelas mengganggu kepentingan yang lain, tentu dia bisa melarang, bukan serta merta saya melarang," ujarnya.
Begitu halnya, alasan imbauan larangan aksi oleh kepolisian, meski tanggal 11 Februari belum masuk minggu tenang pilkada, Wiranto menilai, hal tersebut kewenangan kepolisian. "Ya boleh saja, tapi aturannya gimana. Kalau yang di jalan itu, polisi yang jawab, karna izinnya ke polisi," katanya.
Meski begitu, Wiranto meminta masyarakat arif mengikuti dalam aturan masa tenang pilkada untuk tidak melakukan gerakan massa.
"Semoga ini paham. Karena minggu tenang ini didesain sebagai suatu sistem, memberikan waktu untuk masyarakat lebih tenang, lebih berkontemplasi untuk dapat memilih siapa pemimpin yang terbaik yang harus mereka pilih. Makanya jangan diganggu, kegiatan yang memengaruhi," katanya.