REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Organisasi nirlaba internasional yang memiliki wewenang memberikan sertifikasi produk kehutanan, Forest Stewardship Council (FSC) menyelenggarakan Indonesia Stakeholders Meeting FSC di Yogyakarta, pada 7-10 Februari 2017. Salah satu tujuan utama dari FSC menyelenggarakan acara ini adalah membuka peluang memberikan sertifikasi bagi lebih banyak industri dengan produk berbasis hutan di Indonesia.
Perwakilan FSC Indonesia Business Development Indra Setia Dewi mengemukakan bahwa acara ini memfasilitasi para stakeholders dalam menentukan skema sertifikasi hutan dan lacak balak (chain of custody) di Indonesia.
“Kami mengundang berbagai unsur dari pemerintah diwakili Dirjen Pengelolan Hutan Lestari. Dari perusahaan ada HPH, HTI, APP, APRIL, pengelola Hutan Rakyat, TetraPak, dan civil society,” kata Indra dalam penjelasan resminya, Ahad (5/2).
Indonesia, menurut Indra, dipilih menjadi tuan rumah untuk stakeholders meeting FSC ini karena beberapa alasan. Pertama, karena hutan Indonesia yang cukup luas berkontribusi terhadap keseluruhan hutan dunia. Kedua, karena Indonesia sempat diterpa kasus kebakaran hutan dan upaya penanggulangannya sedang hangat dibahas. Ketiga, karena sertifikasi FSC sebenarnya sudah masuk sejak awal 2000-an di Indonesia dan coba terus disosialisasikan ke lebih banyak industri.
“Lalu, karena Indonesia juga sudah punya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang mandatory dari pemerintah,” kata Indra.
Terkait SVLK, Dirjen Pengelolaan Produk Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ida Bagus Putera mengatakan sistem ini sudah menyeseuaikan dengan standar internasional. “Dengan demikian, perusahaan-perusahaan yang sudah mengantongi SVLK seharusnya tidak sulit mendapatkan sertifikasi lain seperti FSC atau yang lainnya,” kata Ida Bagus.
Di Eropa, FSC berbasis di Bonn, Jerman. Lembaga ini dipimpin oleh Dewan Direksi Internasional (International Board of Directors) beranggotakan 12 orang yang dipilih oleh seluruh anggota FSC. Mereka mewakili bidang sosial, lingkungan, dan ekonomi. Dewan direksi FSC memiliki masa sidang tiga kali dalam setahun untuk memutuskan standar sertifikasi dan implementasinya. Pertemuan di Yogyakarta kali ini adalah sidang dewan direksi FSC yang ke-74.
“Sebenarnya sudah lama diwacanakan akan dilakukan di Indonesia hingga akhirnya tahun ini dipastikan pelaksanaannya,” kata Indra.