REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memutuskan penyelesaian tujuh kasus pelanggaran berat HAM pada masa lalu melalui cara nonyudisial. Menko Polhukam Wiranto mengatakan, pemerintah memilih menyelesaikan kasus pelanggaran HAM, khususnya peristiwa 1965 melalui rekonsiliasi agar tak ada pihak merasa paling benar dibanding yang lain.
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Letjen (Purn) Agus Widjojo mengatakan, keputusan pemerintah memilih menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) melalui ruang nonyudisial sudah diambil. Karena itu, sudah menjadi tugas pemerintah untuk menuntaskannya agar tidak menjadi beban sejarah. Meski begitu, ia melihat, setiap kasus tersebut harus dipilah satu demi satu karena memiliki karakteristik berbeda satu sama lain.
"Pilihan ada di pemerintah, kita lihat case by case. Bangsa ini punya utang untuk menyelesaikan utang sejarahnya di masa lalu agar kita bisa berdamai dan terus kemudian bersatu sebagai bangsa," ujar Agus saat meresmikan Ruang Laboratorium Jajak Pendapat Lemhannas, Rabu (1/2).
Menurut Agus, memang menjadi tugas pemerintah untuk menuntaskan tunggakan kasus di masa lalu. Apalagi kasus itu berkaitan dengan kemanusiaan. Dia mengatakan, penuntasan kasus pelanggaran HAM menjadi kunci bagi Indonesia untuk bisa beranjak agar tidak mengulang kesalahan yang pernah terjadi. "Bangsa ini harus move on menatap ke masa depan dan tak terbebani perbedaan dan konflik masa lalu," kata mantan kepala staf teritorial TNI tersebut.
Agus juga menerangkan terkait keberadaan Laboratorium Jajak Pendapat Lemhannas. Dia menjelaskan, fungsi Laboratorium Jajak Pendapat Lemhannas nantinya bertujuan untuk bisa menangkap aspirasi masyarakat terkait dengan kebijakan yang diambil pemerintah. Dengan begitu, ketika pemerintah nantinya membuat kebijakan baru diselaraskan dengan kepentingan masyarakat.
"Sehingga kebijakan itu bisa dicatat oleh lembaga berwenang. Untuk apa? Untuk melihat dukungan publik terhadap kebijakan yang diputuskan pemerintah atau kebijakan akan datang yang dibuat pemerintah," kata Agus.
Dia menuturkan, secara institusi Lemhannas memiliki tiga fungsi di dalam pemerintahan. Agus mengatakan, Lemhannas memiliki peran melaksanakan pendidikan bagi calon pemimpin nasional. Selain itu, Lemhannas juga melaksanakan kebijakan strategis serta pengembangan dan penyebarluasan masalah kebangsaan. Karena lebih menitikberatkan untuk mencetak kader pemimpin dan menyebarluaskan nilai-nilai kebangsaan, pihaknya tidak merespon persoalan politik praktis dan pilkada secara berkesinambungan.
"Lemhannas tidak merespon day to day apalagi politik, nanti bisa kedodoran karena instrumennya bukan untuk merespon (isu) seperti itu," katanya.