Rabu 01 Feb 2017 17:09 WIB

Anton: Sidang Lanjutan Ahok Keluar dari Pokok Perkara

Rep: c62/ Red: Agus Yulianto
Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta.
Foto: Antara
Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses sidang lanjutan Basuki Tjahja Purnama dengan saksi Kiai Maruf Amin disesalkan banyak pihak. Pascakuasa hukumnya di persidangan menyebut Kiai Ma'ruf sebagai saksi palsu dan akan melaporkannya ke Polisi.

Dewan Pakar ICMI Pusat Anton Tabah Digdoyo mengatakan, agenda sidang ke dalam kasus Basuki alias Ahok kemarin seperti negara tanpa aturan. "Saya melihat sidang kasus Ahok ini aneh. Kasusnya penistaan atau penodaan Agama Islam, kok lari ke pilkada. Apalagi yang diperiksa saksi kok lari ke masalah privacy segala tidak ke pokok perkara," kata Anton saat dihubungi Republika, (1/2).

Anton yang juga mantan jendral polisi itu menyayangkan sikap jaksa penuntut umum yang menghadirkan saksi terkesan mediamkan saat melihat sidang lari jauh ke luar perkara. "Sidang penistaan agama kan jelas unsur-unsurnya," katanya.

Anton menuturkan, pada saat melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa Permadi yang menjadi tersangka penistaan agama, ketika dirinya menjadi Kepala Polisi di wilayah Yogyakarta, maka pemeriksaanya tidak lari pada pokok perkara. Sehingga, proses pemeriksaan di persidangannya ditempuh secara cepat, sederhana dan murah.

Namun, kata dia, pada kasus Ahok proses pelimpahan perkara ke JPU dari kepolisian memang cepat. "Akan tetapi pada saat proses di persidang bertele-tele dan dibuat melebar kemana-mana, jadi lama dan mahal. Tidak sesuai azas peradilan yang mesti cepat murah dan sederhana," ujarnya.

Padahal, kata Anton, semua pelaku kasus penodaan agama dari Arswendo, Permadi, Lia Edden, Musadek bahkan yang terbaru Rusgiyani, semua proses persidangnya berjalan cepat, murah, dan sederhana serta semua pelakunya menyesal tak akan mengulangi lagi perbuatannya.

Akan tetapi, terdakwa Ahok terlihat tidak ada rasa menyesal bahkan terkesan menantang ke mana-mana. "Mungkin, dia telah kliru memaknai kebebasan seperti kebebasan liberal sekuler yang boleh bebas apa saja termasuk bebas atheis agnostis bahkan bebas kawin sejenis?" katanya. Padahal, menurut Anton, hal demikian sangat bertentangan dengan ideologi NKRI Pancasila dan dasar NKRI,  Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai pasal 29 ayat 1 UUD45m

Anton yang juga pengurus KAHMI Pusat mengingatkan bangsa Indonesia jangan sampai tinggal sejarah karena pemahaman dan kebebasan ala liberal. Karena pemahaman itu sangat berbahaya bagi NKRI dan sangat membahayakan bangsa Indonesia. "Kalau tidak segera dihentikan kebebasan lebiberal, maka NKRI akan tinggal puing-puing sejarah yang meranggas," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement