REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) bekerja sama dengan Australian Transaction Reports and Analysis Centre (Austrac) guna peningkatan kapasitas PPATK saat ini. Kerja sama tersebut juga akan membuat kedua negara saling bertukar pengetahuan dalam pelacakan transaksi keuangan.
Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menuturkan Austrac sebagai PPATK-nya Australia telah menerapkan berbagai teknologi dalam melacak transaksi keuangan. Misalnya, financial technology (fintech). Selain teknologi keuangan, Austrac juga memiliki kemampuan menangkal kejahatan siber (cyber crime).
"Segala sesuatu itu berkembang, termasuk tindak pidana pencucian uang, caranya, modusnya. Austrac sudah menerapkan fintech, teknologi, dan buat cyber crime itu. Nah, itulah kita juga mau belajar bagaimana cara melaksanakannya," tutur dia di kantor PPATK, Jakarta, Rabu (1/3).
Kiagus menerangkan, kerja sama tersebut di antaranya memang untuk mendukung pemberantasan korupsi, dan juga melacak alirana dana untuk kegiatan terorisme. Namun, lebih dari itu, jalinan kerja sama keduanya yakni untuk jangka panjang. Apalagi, kata dia, pemerintah berencana mendirikan Indonesia Financial Intelligence Institute.
Karena itulah, menurut Kiagus, dampak dari kerja sama itu bermanfaat untuk mengembangkan pendidikan yang berkaitan dengan intelijen keuangan. Sebab, pengajar di lembaga pendidikan itu nantinya bisa berasal dari Australia.
"Kerja sama ini bukan hanya untuk tangkap-menangkap, tapi dalam artian luas. Orang kita misalnya magang di sana. Dia (Australia) ke sini. Kami juga akan buat Indonesia Financial Intelligence Institute di sini. Pengajarnya mungkin bisa tenaga pengajar dari sana (Australia)," tutur dia.
Kerja sama dua lembaga intelijen keuangan dari masing-masing negaranya ini menghadirkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan RI Wiranto dan Menteri Kehakiman Australia Michael Keenan I.